Di masjid Assalam itu aku banyak belajar tentang apapun. Terus terang aku mengenal bagaimana cara berorganisasi dan berani berdiri untuk berbicara di depan umum adalah di masjid itu. Sampai sekarang aku tidak bisa melupakannya.
Sekarang aku melanjutkan studi S3 di Kaohsiung, Taiwan. Hal yang serupa juga terjadi sekarang, aku terpikat dengan Masjid Besar Kaohsiung. Masjid ini adalah salah satu alasan mengapa aku tertarik untuk kuliah di National Kaohsiung University Of Applied Scinces. Karena letak masjid ini dengan kampus lumayan dekat.
Mesjid Besar Kaohsiung, Taiwan [Sumber] |
Kelihatannya aku memang ditakdirkan untuk mendapatkan kampus yang dekat dengan masjid. Walaupun negaranya adalah non-muslim, negara yang sebagian besar orang-orangnya tidak tahu apa itu agama dan untuk apa. Namun aku tetap bisa menemukan masjid. Tempat di mana aku bisa memperoleh ketenangan.
Aku hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk sampai ke masjid ini dengan cuma bersepeda. Dengan bis bisa juga namun membutuhkan waktu yang lama karena jalurnya yang jauh memutar. Sehingga aku lebih memilih bersepeda. Sehat dan cepat sampai.
Masjid Besar Kaohsiung ini berdiri megah di persimpangan jalan Jian Jyun. Letaknya di persimpangan seakan memberi isyarat kepada semua orang yang lewat bahwa Islam selalu menawarkan solusi ketika seorang sedang berada dalam kebingungan.
Untuk mencapai Masjid ini sangatlah mudah. Dari Kaohsiung Main Station kita bisa naik bis dan turun di persimpangan Jian Jyun. Agar tidak kebablasan, sampaikan ke sopir bis dengan kata Jian Jyun Ru Kou (baca: cien ciun ru khou), artinya Jian Jyun Intersection atau Persimpangan Jian Jyun.
Dan boleh juga naik MRT (kereta bawah tanah) dari stasion mana saja dan turun di stasion Weiwuying dan keluar melalui pintu nomor 4, setelah sampai di luar belok kiri dan berjalanlah sekitar 350 meter maka akan sampai pas di depan masjid tersebut.
Di dalam pekarangan masjid ini juga ada warung Indonesia (Resto Muslim) yang dikelola oleh Pak Zainal Abidin, Ibu Sri, dan dibantu oleh Mbak Aling, Mbak Ahong, dan Mas Eed. Jika ke masjid aku pasti memesan makanan di warung ini.
Istimewa bagiku karena di warung ini ada Mbak Aling yang berasal dari Bangka Belitung, masakannya yang khas Sumatra membuat lidahku termanjakan dengan rasa masakannya. Aku suka masakan ikan santannya.
Pemandangan Resto Muslim Di Masjid Kaohsiung Taiwan |
Aneka masakan khas Indonesia |
Aku sangat sering ke masjid ini. Biasanya aku ke masjid ini menjelang waktu Ashar dan pulang setelah Magrib atau malah sesudah Isya baru aku balik ke kampus. Kadang-kadang aku juga menawarkan diri menjadi muazzin.
Bilal, Haji Musa, sangat senang jika ada yang mau azan. Jadi sama-sama senang, karena aku juga dikenal suka azan kalau sedang di kampung halamanku. Bukan bermaksud untuk pamer, aku pernah merekam suara azanku di masjid Koahsiung ini yang bisa didengar di sini.
Menariknya lagi ketika Imam besar masjid ini menguasai beberapa bahasa: Mandarin, Inggris, Arab, dan Urdu. Sehingga sangatlah cocok untuk pendatang baru seperti aku ini. Ketika bahasa Mandarin masih nol makan bahasa Inggris akan menjadi andalannya.
Imam besar ini bukan orang asli Taiwan, melainkan pendatang dari Myanmar. Sama seperti Bilal, Haji Musa, mereka berdua berasal dari negara yang sama. Sifat kedua-duanya suka bercanda sehingga suasana di masjid selalu semarak dengan kehadiran mereka berdua.
Imam besar Masjid Kaohsiung sedang membaca Khutbah Jumat |
Aku yakin, akan banyak cerita-ceritaku akan muncul dari Masjid nan mulai ini, karena diisi oleh orang-orang yang mulai pula. Mereka sangat istimewa di mataku. Mendapat hidayah Islam di negara yang hampir tidak mengenal agama ini adalah merupakan sebuah anugrah yang tidak terkira bagi mereka.
Selengkapnya tentang kondisi masjid ini silakan lihat video liputannya di sini
Semoga bermanfaat, selamat akhir pekan.
No comments:
Post a Comment