"Usman. Kamu Muslim kan ?," tanya salah satu temanku asal Vietnam dengan bahasa Inggrisnya yang fasih.
"Iya. Saya Muslim," jawabku.
"Karakteristik orang Muslim itu bagaimana ya ?" tanya dia lagi sambil matanya sesekali melihat ke layar laptopnya yang terhubung dengan internet itu.
"Emm. Karakteristik orang muslim, Maksudnya ?," Saya balik bertanya sambil mengernyit.
"Misalnya keramahtamahan dengan orang-orang," dia memberi contoh
"O, Kalau soal keramahtamahan semua agama mengajarkan demikian bukan ?. Kristen, Hindu, dan Budha semua mengajarkan demikian. Cuma yang beda, kamu kan lihat saya tiap hari shalat ?. Nah itu bedanya," jawab saya menjelaskan dengan sederhana saja.
Dari rawut wajahnya saya tahu dia masih menyimpan pertanyaan yang sulit untuk diutarakan. Dan saya tahu apa maksudnya. Mungkin dia baru saja membaca satu berita heboh dalam beberapa hari ini yang dikaitkan dengan Islam. Mau bertanya lagi mungkin dia takut kalau aku tersinggung.
Aku pun tidak mau memancing-mancing agar dia menanyakannya. Aku sadar kalau aku bukan ahli dalam menjawab persoalan demikian. Salah jawab bisa tambah kacau jadinya. Dan Alhamdulillah dia tidak melanjutkan lagi pertanyaannya.
Saya memang shalat tiap hari di lab. Mulai dari shalat Zhuhur sampai Magrib. Sedangkan Shalat Isya dan Shubuh saya lakukan di kamar asrama.
Di lab, saya melakukan shalat tanpa fasilitas apapun. Hanya sajadah yang saya gelar di lantai yang boleh dibilang tidak terlalu bersih. Kalau waktu shalat tiba, azan berkumandang di hapeku, keluar ambil wudhu, cari ruang kosong di lab dan gelar sajadah , lima menit shalat pun selesai. Dan kembali ke meja belajar untuk melanjutkan aktivitas saya.
Dulu ketika pertama shalat di lab, mereka melihatnya dengan penuh keasingan. Malah ada yang memfoto. Minggu yang lalu malah ada yang pikir kalau saya lagi olahraga. Nah, itu pasti bukan anggota lab. Hahaha. Dia hanya datang sebentar ke lab untuk menjumpai salah satu temannya. Mungkin dia bingung kok ada orang koprol di lab. Hahaha.
Ada lagi yang unik. Sebelum wudhu saya biasanya ke toilet dahulu dengan membawa botol air untuk cebok setelah buang air kecil karena toilet di Taiwan tidak mempunyai fasilitas untuk cebok. Setelah wudhu masuk ke lab lagi, gelar sajadah dan botol itu saya taruh di depan, terus saya shalat.
Setelah selesai shalat, teman yang dari tadi melihat gerakan shalat bertanya, "Air dalam botol ini istimewa ya ?"
Dia pikir tadi saya menyembah botol. Saya ketawa mendengar pertanyaannya itu."Hahaha. Bukan !!. Ini hanya botol yang kebetulan saya taruh saja di situ. Air ini saya gunakan untuk cebok kalau ke toilet," jawab saya sambil menjatuhkan botol itu ke lantai dan saya ambil lagi. Sengaja saya jatuhkan biar tidak disangka air keramat.
"O, Saya pikir air spesial," lanjutnya sambil tertawa juga.
Keesokan harinya saya shalat pas di depan tong sampah kecil di lab. Kebetulan hanya di situ yang kosong. Baru satu rakaat dia datang ke depan aku dan menggeser tong sampah itu ke tempat lain. Sekarang dia tahu kalau aku bukan menyembah barang yang ada di depanku. Dia kasihan lihat saya shalat kok ya menghadap tong sampah.
Sebenarnya pada awal masuk kuliah saya selalu pulang ke asrama jika waktu shalat tiba. Saya merasa tidak enak hati shalat di lab. Tetapi setelah beberapa hari, salah satu teman melihat saya agak sedikit kerepotan jika saya harus bolak-balik ke lab.
"Kamu kalau shalat butuh apa saja ?. Butuh lilin atau...... ," dia bertanya ke saya sambil menggerak-gerakkan tangannya seperti tatacara kaum Tionghoa membakar lidi dupa.
"Tidak, Saya hanya butuh sajadah," jawab saya sambil memperlihatkan gambar orang shalat di google. Saya bilangnya praying carpet untuk sajadah. Benar tidak ya ?
"O, kalau cuma kayak gini kamu shalat di lab saja. Kamu terlalu sibuk kalau bolak-balik ke asrama," dia menyarankan.
"Wah, terimaksih. Mulai besok akan shalat di sini saja"
Mulai saat itulah saya shalat di lab. Tentu dengan segala keterbatasan tempat.
No comments:
Post a Comment