Wednesday, October 1, 2014

Bosan Bagi Seorang Calon Doktor


 Sumber

Kebosanan tentu bisa dialami oleh semua orang. Tidak terkecuali, seorang calon doktor sekalipun bisa mengalami kebosanan tingkat tinggi. Tapi sayang, kadang-kadang kebosanan seorang calon doktor tidak bisa ditolelir oleh banyak orang. Apalagi kuliahnya dibiayai negara, dari uang rakyat yang dikutip melalui pajak.

Tapi yang namanya bosan ya tetap saja bosan, siapapun dia dan apapun pekerjaannya. Walaupun untuk mengungkapkannya kadang kita tidak berani, apalagi mengutarakannya di depan seorang petani yang tiap hari bermandikan keringat dengan susah payah untuk menghidupi keluarganya. Sementara kita seorang PNS yang sedang dibebastugaskan dan diganti dengan tugas belajar serta disokong oleh beasiswa penuh. Masih berani bilang bosan kepada mereka ?. Aku tidak berani. Tapi kenyataannya bagaimana ? bosan itu ya tetap ada.

Dalam pengalaman pendidikanku mulai dari S2 sampai S3 bosan itu kadang-kadang menghasilkan efek yang aneh. Dulu waktu S2 Teknik Mesin di UGM, aku mengalami kebosanan tingkat tinggi. Kala itu aku sering memaksakan diri untuk tetap bisa belajar, berusaha sekuat tenaga agar bisa fokus membaca buku, padahal lagi bosan. Mau tahu apa yang terjadi ?. Perutku langsung mual dan pingin muntah, pikiran ga karu-karuan, jantung berdebar-debar serasa mau mati.

Saya rasa itu adalah pengalaman terburuk yang pernah aku alami dalam menghadapi kebosanan. Alhasil, saya harus berurusan dengan SPKJ (spesialis kejiwaan). Hmm... Sampai segitu-gitunya ya ?. Namun tak mengapa, aku berhasil dipulihkan dan kembali lagi berkuliah ria bersama teman-teman, dan tentu dengan mengikuti instruksi doktor. "Pelan-pelan, jangan terlalu dipaksakan, berpikir positif bahwa kamu bisa, dan jangan menikmati kecemasan bahwa kamu akan gagal," itu kata doktor

Aku jalani itu dan alhadulillah satu persatu matakuliah aku luluskan dengan baik. Dan fantastisnya adalah, akulah yang pertama lulus di antara teman seangkatanku, angkatan 2010. Unik ya ?. Memang kadang-kadang kita dalam mengelola kebosanan membutuhkan pihak ketiga, aku memilih doktor untuk kasusku karena teman-teman diceritain juga belum tentu paham masalah kita.

Nah, sekarang aku sedang meraih doktor di Taiwan, bagaimana ? masih tetap bosan ? jawabannya ya tetap saja bosan. Cuma mungkin penanganannya sudah beda. Pengalaman di S2 sudah memberiku sebuah metode menanggulangi kebosanan dalam kuliah: santai, pelan-pelan namun bersinambung.

Intinya kita tidak boleh terpuruk dalam kebosanan. Kebosanan kita hanya kita sendiri yang memahaminya. Orang lain sangat sulit memahami kebosanan tipe kita. Sulit bagi sebagian orang untuk memahami kebosanan dalam kecukupan, yang mudah dipahami adalah kebosanan dalam kekurangan. Menjelaskannya kepada orang lain juga lebih sulit lagi. Sekarang coba saja bilang sama mereka kalau anda bosan dan stress membaca dan susahnya memahami jurnal-jurnal internasional. Padahal untuk seorang calon doktor membaca jurnal itu kan makanan pokoknya. Itu baru membacanya, menjadi penulis jurnal ya tentu lebih dahsyat lagi sulitnya.

Dalam mengungkapkan kobosanan kita tentu harus siap dicemoohin: Hanya baca jurnal ? hanya menulis jurnal ? pekerjaan itu kamu bilang sulit ? coba lihat itu petani di ladang, sawah, dan laut. Tiap hari mereka membakar kulitnya di bawah terik matahari, keringatnya bercucuran, nafasnya ngos-ngosan. Kamu, hanya membaca jurnal tiap hari, dalam ruangan ber-AC kemudian segala kebutuhan kamu sudah ditanggung negara (rakyat). Terus kamu sekarang mengeluh bosan dan sulit, hanya membaca bro.!. Cangkul itu lebih berat ketimbang pensil dan bolpenmu itu. Ombak laut itu lebih ganas dari rumus-rumus matematikamu.

Haduh kaburrrrr....! berlari sambil menutup telinga.

Sumber

Padahal membaca jurnal itu ya sulit ya. apalagi menulisnya.  Apalagi penulis jurnal itu agak nyastra (men-sastra-kan) dikit bahasanya, mesti sulit sekali dipahami. Belum lagi yang memang secara sengaja hasil penelitiannya agak sedikit disamar-samarkan oleh penulisnya. Ya, maksudnya tentu ada sesuatu yang harus disembunyikan dalam penelitian tersebut. Mungkin karena bakal dipatenkan atau mungkin karena pelit takut hasil karyanya diketahui orang. hehehehehe. Seharian capek membaca malah ga jelas inti dari hasil penelitiannya. Rasanya nano-nano tentunya.

Jadi, banyak macam kendala yang dihadapi. Ini baru jurnal. Belum lagi Profesor minta sesuatu yang mungkin masih sangat baru bagi kita, tambah bosan lagi jadinya. Akhirnya,
"Kebosanan itu harus kita hadapi dengan cara sendiri, karena kebosananmu bukan punya mereka. Cuma kamu yang bisa mengerti."
Untungnya, aku sekarang mempunyai hal posistif untuk mencurahkan kebosanan, yaitu dengan memperbahui blog dan chating dengan istri tercinta. Hehehehe. Mudah-mudahan cepat selesai dan tidak perlu ke SPKJ lagi, hahahahahaa.

No comments:

Post a Comment