Saya rasa, kelancaran transportasi umum merupakan salah satu titik pembeda antara negara maju dan yang tertinggal. Kegagalan dalam penyediaan transportasi umum akan berujung pada petaka transportasi. Macet, salah satu masalah yang muncul ketika orang lebih tertarik menggunakan mobil pribadi daripada transportasi umum.
Tidak bisa disalahkan, karena semua orang butuh kenyamanan dalam bertransportasi, bebas dari pencopet dan pelecehan seksual, serta ketepatan waktu. Semua ini tidak bisa diperoleh jika mengandalkan trasportasi publik yang tidak terurus.
Negara kita Indonesia, Jakarta khususnya, tidak luput dari petaka ini. Di Indonesia, transportasi publik sudah tidak bisa dilepaskan dari stigma kotor, bahaya pencopet, pelecehan seksual, ketidaktepatan waktu, serta identik dengan kendaraannya orang miskin.
Transportasi Taiwan
Setelah berada satu bulan di Taiwan, tepatnya di kota Kaohsiung, terasa sekali perbedaannya. Sarana transportasi di negara ini terurus sangat rapi. Mulai dari bis umum, mass rapid transit (MRT), kereta api, dan kereta api cepat, semua terurus dengan baik. Sudah barang tentu, macet tidak pernah kita jumpai di negara ini. Kaya dan miskin sama-sama mau memilih transportasi publik.
Jika mau jalan-jalan keliling kota kaohsiung, saya lebih tertarik untuk naik MRT (mass rapid transit) ketimbang naik bis. Tetapi saya tetap juga harus naik bis karena kampus tempat saya tinggal agak jauh dengan stasion MRT. Jadi bis umum hanya saya gunakan untuk pengumpan MRT (MRT feeding), artinya naik bis hanya saya lakukan untuk mencapai stasion MRT terdekat.
Saya memilih MRT bukan karena tidak nyaman naik bis, tetapi itu saya lakukan karena keterbatan bahasa Mandarin saya. Supir bis di Taiwan sebagaian besar tidak menguasai bahasa Inggris, begitu juga warganya, peta-peta untuk rute jalan bis juga ditulis dalam karakter Hanzi (karakter tulisan China). Jadi sama sekali saya tidak bisa membacanya.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan Indonesia, persentase warga yang bisa berbahasa Inggris tetap lebih banyak orang Taiwan. Hal ini sudah saya survei ketika menunggu bis, rata-rata dalam sepuluh orang Taiwan minimal satu orang bisa menguasai bahasa Inggris, minimal mereka tahu apa yang kita omongkan. Jadi jika bisa berbahasa Inggris dipastikan aman jika mau kemana-mana. Walaupun harus bingung-bingung dulu sebelum si juru selamat, yang bisa berbahasa Inggris datang. :-)
Untuk Menunggu bis kita harus menunggu di tempat yang telah disediakan, selain tempat itu bis tidak akan berhenti. Di tempat menunggu bis juga disediakan jadwal kedatangan bis, sehingga kita bisa mengetahui kapan bis yang kita tunggu akan datang. Untuk waktu kedatangan bis sudah barang tentu selalu tepat waktu.
(gambar 1. Tempat menunggu bis. Sumber: Koleksi pribadi)
Kesulitan karena tidak bisa berbahasa Mandarin tidak akan terjadi ketika kita naik MRT, karena petugas-petugas di stasiun MRT semua mampu berbahasa Inggris. Jadi kita bisa aman jika perlu bertanya tentang apa saja di stasiun MRT.
(Gambar 2. Suasana kokpit bus R30 di kota Kaohsiung Taiwan, Sumber: Koleksi pribadi)
Selama dua minggu di kota Kaohsiung saya baru hafal satu bis untuk pengumpan MRT, yaitu bis nomor 30 warna merah. Bis tersebut melewati di depan kampus di mana saya belajar sekarang. Sehingga bus itu yang saya gunakan ketika saya mau pergi kemana-mana. Bis ini tepat berhenti di Stasion MRT Houyi (baca, Hou i). Makanya bis ini menjadi pilihan saya untuk mencapai stasion MRT tersebut.
(Gambar 3. Stasion MRT Houyi Kaohsiung Taiwan. Sumber: Koleksi pribadi)
MRT (mass rapid transit) adalah kerata api bawah tanah (subway). Saya baru paham bentuk MRT ini ketika saya berada di Taiwan. Padahal sebelumnya sering dengar-dengar di berita tentang sarana transportasi ini. Jakarta kan juga mau membuat MRT?. Mudah-mudahan berhasil proyeknya. Soalnya naik MRT ini benar-benar nyaman dan bebas hambatan karena jalurnya di bawah tanah.
Ketika mau masuk ruang tunggu MRT, kita harus membeli tiket dulu di tempat pembelian. Pelayanan semuanya sudah otamatis. Kita tinggal klik saja nama stasiun MRT tujuan, maka sistem akan menentukan berapa harga yang harus kita bayar. Ketika sudah tahu jumlahnya, tinggal masukkan saja koin dengan nominal berapa saja, jika harus ada uang kembalian maka sistem akan mengeluarkan sendiri uang kembaliannya bersamaan dengan keluarnya tiket.
(gambar 4. Tempat pembelian tiket MRT Kaohsiung Taiwan. Sumber: Koleksi pribadi)
Setelah membeli tiket kita bisa langsung saja ke ruang tunggu (platform) dengan terlebih dulu menempelkan tiket ke sensor pada pintu masuk. Setelah tiket ditempelkan maka pintunya akan terbuka. Tiket itu hanya ditempelkan saja sebentar, jadi tidak ditinggal di situ. Tiket itu harus kita masukkan ke kotak tiket pada pintu keluar nantinya.
(Gambar 5. Pintu masuk ke ruang tunggu MRT, Disini kita menempelkan tiket. Sumber: Koleksi pribadi)
Kita harus turun satu tingkat lagi untuk mencapai ruang tunggu. Sadar, ternyata ruang tunggu MRT memang jauh dalam di bawah tanah. Tetapi di dalam sana tidak terasa lagi di bawah tanah, nafas saya juga tidak sesak. Ini mungkin karena asupan oksigen untuk tubuh sudah terpenuhi. Sampai di ruang tunggu biasanya kita tidak harus menunggu lama. Pengalaman saya, maksimal dalam waktu enam menit MRT-nya sudah datang. Tetapi biasanya hanya dua atau tiga menit sudah datang.
(Gambar 6. Suasana ruang tunggu MRT. Sumber: Koleksi pribadi)
Ketika menunggu kita akan selalu diingatkan tentang berapa lama lagi MRT akan datang, sehingga kita bisa bersiap-siap agar mendekat ke pintu masuk ketika MRT mulai masuk ke stasiun. Ruang tunggu disekat dengan dinding kaca, sehingga sangat aman bagi para penumpang yang sedang menunggu.
Rentang waktu tiba MRT-nya tertulis di papan pengumuman yang terbuat dari layar berjalan LED. Sehingga kita bisa baca di situ dan bisa mempersiapkan diri, lebih-lebih jika kita membawa barang yang agak berat.
(gambar 7. Papan penguman waktu kedatangan MRT. Sumber: Koleksi pribadi)
Ketika MRT datang, maka tidak lama kemudian pintu masuk akan terbuka dan kita harus cepat-cepat masuk, karena tidak lama kemudian akan ditutup kembali dan siap berangkat lagi, mungkin pintu hanya terbuka sekitar tiga puluh detik, jadi jangan lengah liat kesana kemari.
(Gambar 8. Suasana di dalam MRT. Sumber: Koleksi pribadi)
Kita tidak akan kesasar dan salah turun ketika sudah berada di dalam MRT karena sepanjang jalan akan selalu diulang-ulang pengumuman tentang posisi MRT dan nama stasiun yang akan dimasuki oleh MRT. Pengumuman dilakukan dalam dua bahasa, Mandarin dan Inggris. Namun bagi yang kesulitan dengan listening bahasa Inggris tidak perlu resah, karena di pintu MRT sebelah dalam ada papan pengumuman LED yang bisa kita baca langsung.
(Gambar 9. Pengumuman di dalam MRT. Posisi MRT dan Stasiun yang akan dituju. Sumber: Koleksi pribadi)
Perlu diingat, bahwa setiap stasiun MRT punya beberapa pintu keluar. Jadi ketika anda minta alamat kemana anda harus menuju, jangan lupa tanya stasiun mana dan pintu keluarnya berapa. Karena salah memilih pintu keluar juga bisa membuat bingung.
Harapan
Bagi saya, MRT ini adalah sarana transportasi yang wajib disediakan oleh setiap pemerintah kota besar di Indonesia. Benar-benar sangat nyaman dan bebas hambatan. Mungkin MRT ini bisa menjadi obat mujarap untuk menyembuhkan penyakit macet kronis di Jakarta. Karena dengan MRT mungkin saja orang-orang kaya di Jakarta mau meninggalkan mobil pribadinya. Amin :-)
Di samping itu, budaya tertip kita masyarakat juga harus kita tingkatkan. Agar sarana yang telah dibuat bisa bermanfaat sebagaimana yang diharapkan.
Oh ya.. hampir lupa. Bagi yang membutuhkan rute MRT Kaohsiung Taiwan. Bisa lihat saja di sini.
Semoga bermamfaat, salam blogger...
No comments:
Post a Comment