Sunday, January 5, 2014
Sushi, Makanan kesukaanku di Taiwan
Dulu waktu aku tinggal di Jogjakarta aku sangat menyukai makanan khasnya, yaitu gudeg. Suatu hal yang mungkin aneh untuk seorang anak Aceh yang indekos di Jogjakarta, karena bebarapa teman dari Aceh pernah saya tanyai pendapatnya tentang gudeg ini. Jawabannya spontan dan tegas , "ah...! ga saku aku". :-D . Tapi ini berbeda dengan saya, saya justru sangat menyukai makanan berbahan baku buah nangka ini.
[caption id="attachment_945" align="aligncenter" width="600"] Gudeg Jogja. Sumber[/caption]
Lidahku kecantol dengan gudeg ini ketika aku sedang menempuh kuliah S1 dan S2 di Universitas Gadjah Mada. Namun sekarang saya ditakdirkan jauh dengan kota gudeg itu, Karena studiku telah selesai. Dan aku harus pulang ke kampung halamanku, Aceh.
Sekarang saya sedang menempuh kuliah s3 di Taiwan, tepatnya di kota Kaohsiung. Nama kampusku sekarang adalah National Kaohsiung University of Applied Sciences. Aku mulai kuliah disini semenjak Oktober 2013.
Hal yang biasa dialami oleh teman-teman yang kuliah di luar negeri juga saya alami, soal makanan. Mulai yang tidak cocok dengan rasa sampai dengan tuntunan Agama untuk makan makanan yang halal.
Semenjak tinggal di Taiwan, Saya mendadak menjadi semi-vegeterian. Semi-vegetarian ini hanya istilah saya, maksudnya adalah hanya makan nasi plus sayur dan ikan, karena dalam Islam hanya daging ikan yang diijinkan untuk dimakan tampa disembelih.
Namun demikian pada awal-awal berada di Taiwan saya juga makan daging ayam di kantin Kampus. Tapi setelah mengetahui bahwa banyak makanan sedap lainnya selain daging, maka saya mulai tidak makan daging lagi, kecuali ikan.
Sushi (素食), Makanan Kesukaanku di Taiwan
Sushi, inilah makanan yang paling enak bagi saya di Taiwan. Walaupun jika dibandingkan dengan gudeg bagi saya tetap masih lezat gudeg. Wujudnya kalau mau di-paksa mirip-kan hampir menyerupai lemper di Jogjakarta.
Sushi ini adalah nasi yang dibalut dengan kertas yang terbuat dari sayur, sehingga balutannya itu juga ikut dimakan. Inilah yang membikin rasanya menjadi beda, rasa gurihnya sangat khas dan belum pernah saya jumpai sebelumnya.
[caption id="attachment_947" align="aligncenter" width="600"] Sushi dan penjualnya[/caption]
Kata sushi ini ketika saya buka kamus ternyata artinya adalah vegetarian food, makanan yang tidak mengandung daging. Tapi kenyatannya tidak demikian, mereka juga menyediakan daging untuk sushi ini. Jadi kalau mau beli bilang dulu bahwa kita dari Indonesia. Mesti dia langsung tahu bahwa kebanyakan orang Indonesia tidak makan babi. Karena mayoritas Muslim.
Di tengahnya diberikan lauk-pauk tergantung maunya kita. Kalau saya selalu minta diberikan ikan , jagung, dan parutan sayur-mayur. Rasanya enak sekali, perpaduan rasa kertas sayur, ikan, jagung, dan parutan sayur menjadi satu membuat saya tidak bosan untuk menyantapnya.
Saya biasanya membeli Sushi di Kaohsiung Main Station karena hanya disitu yang aku tahu tempat penjualnya. Pastinya di tempat lain juga banyak namun saya tidak tahu. Maklum, baru tiga bulan di Taiwan.
Harganya juga tidak mahal-mahal banget hanya 55 NTD (New Taiwan Dollar), kalau di-kurs-kan ke rupiah mungkin sekitar Rp.18000. Mengingat harga satu kali makan di Taiwan rata-rata 50-60 NTD.
Saya mengetahui tempat penjualan sushi ini ketika keliling Kaohsiung Main Station untuk survei makanan. Biar tahu makanan apa saja yang "layak makan" di tempat ini. Dan akhirnya ketemu dengan "Sushi Si Milikiti" ini. :-D
Diperkenalkan Oleh Peifen Li
Peifen Li, inilah orangnya yang memperkenal sushi ini kepada kami ketika kami sedang menempuh program Degree Bridging pada Desember - Maret tahun lalu.
Pada saat itu dia mengajar English Listening di kelas kami. Pada saat mendekati minggu akhir program itu dia mentraktir kami untuk makan sushi. Terus kami makan bareng di kelas sambil ketawa-ketawa.
Semenjak itulah lidahku mulai kecanduan dengan sushi ini. Sekarang saya sering membelinya jika saya ke Kaohsiung Main Station.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Bukan kertas yg terbuat dari sayur pak, tapi itu namanya nori, lembaran rumput laut kering.
ReplyDelete