Tentang biaya hidup memang selalu menjadi kekhawatiran setiap colan mahasiswa ketika ingin menempuh pendidikan ke luar negeri. Bagi yang sudah mendapatkan beasiswa takut tidak cukup. Dan bagi yang kuliah dengan biaya sendiri takut memberatkan orang tua jika biaya hidupnya terlalu mahal.
Hal ini terbukti dari beberapa rekan yang berkunjung ke blog saya ini, pertanyaannya musti seputar biaya hidup. Ketakutan itu sangatlah wajar, bahkan dulu saya juga seperti itu ketika mau berangkat ke Kaohsiung. Kita tidak maulah kelaparan di negeri orang.
Oleh karena itu, saya ingin berbagi tentang masalah ini secara khusus melalui tulisan ini. Walaupun sebenarnya secara umum sudah pernah saya singgung pada tulisan-tulisan saya sebelumnya.
Pengalaman Saya
Saya tinggal sendiri di Kaohsiung, artinya tidak membawa keluarga. Saya seorang Muslim, oleh karena itu, saya tidak bisa makan sembarangan di Kaohsiung ini karena sebagian besar masakannya mengadung babi. Sehingga warung makan vegertarian menjadi pilihan bagi saya yang sama sekali tidak mengandung daging.
Sekali makan di warung vegetarian rata-rata 50 NTD. Saya makan 2 kali sehari, siang dan malam. Kalau pagi saya tidak sempat makan karena masih tidur. Sehingga untuk sebulan saya menghabiskan dana untuk makan saja sebesar 3100 NTD.
Biar aman untuk makan ini kita patok saja 4000 NTD karena biasanya kita sekali-sekali kepingin makan ke warung Indonesia yang biasanya lebih mahal sedikit. Atau biar lebih aman lagi ambil saja 5000 NTD lah. Siapa tahu sekali-sekali kita kepingin beli es cendol ketika musim panas. Memangnya di Taiwan ada es cendol ya ?
Untuk semester pertama dan kedua saya mendapatkan asrama gratis dari kampus. Namun untuk semester ketiga belum tahu. Sehingga untuk tempat tinggal tidak ada pengeluaran sama sekali. Hanya saja dulu pas pertama masuk dimintai uang jaminan sebesar 500 NTD dan katanya akan dikembalikan pada saat saya mau keluar asrama nantinya.
Sedangkan untuk biaya kuliah dan biaya asuransi semua sudah ditanggung oleh beasiswa. Jadi yang diperlukan di sini adalah bagaimana cara mengatur keuangan yang diberikan oleh Dikti sebesar 700 USD/bulan itu. Jika pintar mengatur dan berhemat maka uang akan tersisa.
Pengalaman Teman Yang Hidup Bersama Keluarga
Itu tadi adalah pengalaman saya. Sederhana karena memang sendirian di Kaohsiung. Namun bagi yang ingin membawa keluarga ke Taiwan saya akan menyuguhkan pengalaman teman saya.
Namanya Kahlil, Dia adalah mahasiswa s3 pada salah satu kampus ternama di Kaohsiung, National Sun-Yat Sen University. Dia tinggal bersama istri di Kaohsiung dengan menyewa apartemen di sekitar Kaohsiung Main Station.
Istrinya, Novi Maulina, seorang mahasiswa S2 jurusan kedokteran di Kaohsiung Medical University. Mereka berdua sama-sama mendapat beasiswa kampus.
Dulu pada akhir semester pertama saya berencana untuk membawa istri saya ke Kaohsiung. Oleh karena itu, saya menanyakan pengalaman dia tentang biaya hidup jika membawa keluarga ke kota ini.
Namun karena istri saya sedang hamil, akhirnya saya mengurungkan niat untuk membawanya ke Kaohsiung. Kami masih belum berani karena ini adalah kehamilan anak pertama kami. Sehingga kami masih belum berani untuk jauh dari orang tua.
Untuk lebih jelasnya, di sini saya mengukutip saja percakapan kami berdua melaui Line Message sebagai berikut:
Saya: "Lil. kira-kira hidup bersama istri berapa cukupnya ya di Taiwan per bulan ?"
Kahlil: "Biaya pokok per bulan: apartment fee, living cost (uang belanja yang utama), listrik+air"
Kahlil: "Itu yang primer Bang"
Kahlil: :-)
Saya: "Berapa Lil ? hehehehehe. Aku mau ngirit di sini. Biar bisa nabung"
Kahlil: "Kalau kita apartment fee: 5000 NTD, uang belanja kalau masak sendiri 3000 NTD, air + listrik ± 1200-an NTD atau lebih murah"
Kahlil: "Itu yang pokok ya Bang. Sisanya sekunder"
Kahlil: "Kalau uang belanja kadang 3000 NTD lebih karena kadang gas atau beras habis"
Saya: "Berarti 10 ribu NTD bisa ya Lil sama istri ?. Yang sekunder tidak usah dipikirinlah"
Kahlil: "ya sekitar itu Bang :-D "
Kahlil: "Ya, dengan skema di atas bisa"
Kahlil: "Trik belanja juga perlu, misalnya sayur di pasar tradisional, udang di mall, buah di pasar. Survei-survei dulu di awal"
Saya: "Terus asuransi bagaimana Lil ?. Istriku kan jadi ibu rumah tangga. Kami harus bayar sendiri"
Kahlil: "Nantinya ARC istri kan dependent"
Kahlil: "Mungkin bisa ditanyakan ke sana apakah bisa asuransi juga apply dengan status tersebut"
Kahlil: "Saya kurang tahu juga :-) "
Kahlil: "Bisa tanya via International Affair kampus, jadi mereka yang tanya ke insurance nasional skema terbaik"
Kahlil: "Kalau bisa di-set seperti student, kan 4000 NTD/semester dengan fitur yang sangat lumayan"
Kahlil: "Karena potongannya besar sekali kalau sakit dan pakai asuransi nasional (NHI)
Saya: "Iya mau tanya dulu. Itu penting sekali"
Kahlil: " (y) "
Saya: "Terimakasih ya Lil. Sangat membantu"
Kahlil: " :-D "
Kahlil: "Okey Bang. sama-sama :-D "
Itulah serentetan percakapan saya dengan Kahlil melalui Line Message. Dari percakapan itu dapat kita ambil kesimpulan bahwa 10 ribu NTD sudah cukup untuk kebutuhan hidup primer dengan istri di Kaohsiung, Taiwan.
Secara logika dan matematis yang lajang seharusnya bisa lebih rendah dari itu. Tetapi tidak tahu juga sih, biasanya yang lajang malah lebih boros dan tidak jelas pengeluarannya. Namun kalau ingin mengatur pengeluaran dengan baik maka 10 ribu NTD sudah aman. Dan anda tidak akan kelaparan di Kaohsiung ini.
Semoga bermanfaat. Terimakasih buat Kahlil yang merelakan percakapannya untuk dipublikasi di blog yang amburadul ini.
No comments:
Post a Comment