Wednesday, April 1, 2015

Masih Tentang Cium Tangan

Dia salah satu mahasiswa saya sekitar tahun 2007 di Politeknik Negeri Lhokseumawe. Saya ingat betul kala itu saya mengampu matakuliah mekanika fluida di kelasnya.  Namanya Mahmuddin, Lekaki muda bertubuh lebih kecil dan pendek daripada saya itu tinggal sekitar 25 km ke timur kampus kami.

Orangnya pintar dan bersahaja, tidak nakal, dan sopan kepada dosennya. Artinya juga sopan kepada saya. Namun saya lupa apakah dulu dia mencium tangan saya ketika bersalaman atau tidak. Saya benar-benar lupa. Tapi yang jelas, dia adalah mahasiswa kesayangan saya. 

Di kelasnya, Dialah yang menjadi pahlawan bagi teman-temannya ketika saya beri pekerjaan rumah (PR). Karenanya, tidak diragukan kalau nilai akhir untuk matakuliah itu dia mendapat "A", nilai dia sendiri, bukan nilai kasih sayang.

Kebiasaan saya, ketika mahasiswa sudah lulus biasanya akan menjadi teman dan terkadang saya curhat kepadanya. Maklum saya juga tidak terlalu tua untuk bergaul dengan mantan mahasiswa saya kala itu. Beda dengan sekarang, muka tua sudah mulai kelihatan. Walaupun sudah menjadi teman dia masih terlihat menghormati saya, walaupun kadang guyonan kecil sering menghiasi percakapan kami. 

Lama waktu berjalan, pada suatu hari, saya sedang duduk-duduk dengan seorang lelaki yang jauh lebih muda dari saya. Tidak lain lelaki muda itu adalah sepupu dia dari pihak ayah. Saya curhat ke dia kalau mau menikah tapi belum punya calon.

"Mmm, Hai bang Man. Sepupu saya cantik loh, dia masih kelas 3 SMA. Cobalah dekati dia," katanya spontan penuh semangat. "Adik Mahmuddin ya ?," tanyaku. "Iya," Jawabnya.

Dari pembicaraan itu saya langsung bergerak cepat. Cari informasi sana-sini. Termasuk siasat untuk dapat melihat wajahnya langsung. Kalau soal orang tuanya tidak perlu tanya lagi karena sudah lama saya kenal.

Pendek cerita, pada 23 Maret 2013 saya menikah dengan perempuan itu, namanya Mutmainnah, adik dari Mahmuddin mantan mahasiswa saya itu.

"Bang" Mahmuddin (panggilannya langsung berubah) adalah anak tertua dalam keluarga istri saya. Dialah orang tua istri saya setelah ayah dan ibu. Secara hukum dia sekarang adalah orang tua saya, mantan mahasiswa saya, abang ipar saya sekarang.

Pada lebaran pertama setelah pernikahan kami, kejadian unik pun terjadi. Itulah hari pertama saya bersalaman dan mencium tangannya. Mencium tangan mantan mahasiswa saya karena sekarang sudah menjadi abang ipar tertua saya.

Bagi saya itu hal biasa saja. Namun bagi orang yang mengetahui riwayat kami tentukan akan tergelak sesaat ketika melihatnya, ciuman seorang dosen akan tangan mahasiswanya. Bagi saya itu adalah ciuman pernghormatan saya kepada orang yang dituakan secara hukum pernikahan. Dan hal itu biasa saja.

No comments:

Post a Comment