Wednesday, October 18, 2023

Kacau

Sepanjang saya mengenal dunia, tak pernah jam tangan saya itu rusak karena uzur dimakan usia. Semuanya mati muda atau minggat tak tahu ke rimba mana. Pokoknya jarang lama-lama.

Entah itu karena tertinggal di tempat wudu masjid, hilang sebab tinggal di toilet umum, dan berbagai masalah lain yang menyebabkan jam tangan yang kadang baru saya beli, tapi raib dari ayunan tangan kiri saya.

Yang terbaru, jam tangan saya rusak dilempar oleh anak laki-laki saya. Tak tahu apa yang ada di pikirannya. Saat dia mengambil barang-barang yang agak terlarang buat dia, kemudian dia melihat saya mendekat sambil teriak memintanya mengembalikan, dia sontak lari kemudian melemparnya.

Jam tangan saya kemarin dilemparnya ke dinding. Logonya yang berbentuk M itu, copot. Lepas. Menghambat jalur perjalanan jarum. Jam itu terpaksa saya matikan hatta maka saya bawa ia ke tukang servis yang ada di kawasan pasar Blangjruen.

Logo berhasil bertengger di tempatnya semula. Pikir saya masalahnya telah selesai. Namun, dua hari setelah saya pakai, saya harus menerima kenyataan bahwa jarum pendeknya tidak sepakat lagi dengan jarum menit.

Saya termasuk salah satu manusia yang tidak bisa lepas dengan jam tangan. Saya merasa lebih ganteng dan berwibawa jika berjam tangan. Sekalipun hanya jam tangan murah saja. Dan memang jam tangan saya tidak pernah mahal.

Kali ini, saya benar-benar dilema. Mau diservis, kayaknya sudah tak layak lagi. Sudah tiga kali ia dibedah. Jika jadi lagi yang sekarang ini, maka empat kali. Operasi sesar saja cuma bisa tiga kali. Masakan ini mau lebih? Tapi, mau beli baru, tau sendiri, kan? Lusa lebaran haji, tanggal 31. Tanggal tua renta!

Duh, ambil uang dari mana? Lebaran tanpa jam tangan. Atau punya, tapi pesong. Rasa-rasanya pikiran ini bagai keletusan balon hijau. Kacau!



Wednesday, July 8, 2020

Tutup Rantai Sepeda Motor

Saya agak heran, kenapa pemerintah Indonesia tidak membuat sebuah kebijakan, yang mewajibkan seluruh produsen sepeda motor bertransmisi rantai, jika mau produknya diekspor ke Indonesia, maka harus ada penutup rantainya.

Hal ini, saya rasa, senada saja dengan kasus produsen mobil yang mau menjajakan produknya di Indonesia, maka mereka diwajibkan mendesain setir sebelah kanan. Karena Indonesia adalah salah satu negara yang berlalu lintas lajur kiri.

Kalau setir mobil saja bisa dibolak-balik, maka kalau hanya menambah sedikit desain tutup rantai untuk sepeda motor, saya rasa itu hanya pekerjaan yang setara dengan menghabiskan sepotong kue di pagi hari. Mudah sekali.

Banyak sudah korban berjatuhan dari golongan kaum hawa karena roknya tertarik gigi jentera rantai. Hari ini, orang kampung saya, yang juga masih kerabat, koma di rumah sakit karena kepalanya terantuk jalan setelah mengalami kasus tersebut.

Padahal sebangsat-bangsatnya Covid 19, belum berani nyolek-nyolek orang Blangjruen. Kan belum ada kasus positif, kan? Positif hamil mungkin banyak. Tapi kalau ulah gigi jentera rantai, sudah sering kali terjadi. Apalagi di Aceh, dia adalah salah satu alat efektif pencabut nyawa para ibu-ibu.

Wednesday, June 10, 2020

Hobi baru

Saudara-saudara, baru kali ini, lo, saya punya hobi yang agak sejalan dengan pendidikan formal saya Teknik Mesin. Ngoleksi perkakas bengkel. Yang makin lama makin lengkap saja. Belinya satu per satu. Sesuai kebutuhan.

Seharusnya memang orang mesin hobinya ya bongkar-bongkar mesin. Bukan malah khatam-khatam novel dan buku-buku sejarah. Sampai-sampai saya divonis ahli sastra, dan pernah sekali waktu diajak membedah sebuah novel dimana saya khusus membahas segi bahasanya. Ajaib, kan?

Dan, lagi, karena sering khatam-khatam buku sejarah, pun saya sempat pula dianggap sebagai ahli sejarah. Lebih-lebih sejarah Aceh dan Islam. Resiko, yang namanya suka khatam buku, ya, mesti banyak tahu. Dan akibatnya banyak ditanyai ini itu sama orang.

Itu masih belum seberapa, karena suka baca-baca buku Ilmu Astronomi Islam atau Falak, dan akhirnya mengerti betul ilmu tersebut, maka saya pun dianggap sebagai ahli Falak atau ahli hisab.

Malah lebih parah lagi, ada beberapa orang berpikir bahwa saya mengambil master dan doktor di bidang Falak. Padahal saya mutlak berpendidikan perancangan mesin, dari diploma tiga sampai doktor. Tak pernah semiang kalam pun berbelok.

Haduh. Saya ini memang ahlinya ahli. Intinya inti. Core of the core. Tapi, maaf, tidak melayani peminjaman alat. Karena biasanya, kalau minjam pasti enggak balik lagi.
Koleksi perkakas bengkel yang sejauh ini saya punyai di rumah. Jumlahnya akan terus bertambah seiring berjalannya waktu dan pergantian zaman

Tuesday, May 26, 2020

New Normal

Ada yang bilang, kalau di rumah saja, kita asik sama medsos. Yang terjadi pada saya justeru beda, Bapak/Ibu. Selama lockdown, saya malah hampir enggak pernah aktif di FB dan medsos-medsos lain.

Hape aktif saya malah sering saya tinggalkan begitu saja di rumah. Ini sangat jarang terjadi di kondisi normal saya. Dalam kondisi pandemi ini, sebaliknya, yang sering saya pegang adalah gadget Tab, yang isinya adalah buku-buku digital, dan membacanya.

Sekarang, katanya, new normal. Menurut pahamku, ya, itu artinya kembali ke kondisi normal, tapi ada sedikit batasan dengan adanya aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi. Yang saat normal sebelum Corona peraturan itu tidak ada. Mungkin itu maksud dari New Normal. Benar, enggak, ya?

Saya kadang sok pinter juga, sih. Padahal belum baca apa-apa tentang New normal itu. Namun, sangking senangnya saya sama kata normal, maka saya beri sedikit komentar, lah. Soalnya sudah capek di rumah terus. Sekali keluar, was-was, seolah Corona lagi menunggu di pintu gerbang dan siap mencekik siapa saja yang melintas.

Dengan adanya New Normal. Mudah-mudahan itu menandakan kondisi sudah sedikit membaik. Tadi saya menghubungi teman di Malaysia. Katanya di Malaysia juga sekarang sudah sedikit longgar. Padahal dulu jika melanggar peraturan lockdown, di sana bisa dipenjara tiga bulan.

Oke. New Normal. Mungkin, kegiatan saya di FB juga akan normal kembali. Untuk FB, tidak pakai New. Normal aja kita.

Thursday, March 26, 2020

Tak Ada Tulisan Tentang Corona

Ada yang diam-diam menunggu tulisan saya tentang Corona? Saya tidak akan menulis tentang itu, karena saya memang tidak paham apapun tentang penyakit ini. Tinimbang menyesatkan, maka lebih baik saya diam.

Yang saya lakukan sekarang ini adalah berbetah diri di rumah saja. Enggak kemana-mana. Saya benar-benar menanggapi masalah wabah ini dengan sangat serius. Apalagi tubuh saya ini agak lumayan melo. Artinya cepat sekali terserang sakit semacam flu atau demam.

Anak-anak saya yang tiga ini juga masih kecil-kecil. Kasian. Masa depannya masih panjang. Sama halnya dengan ayah dan ibunya. Yang masihlah tergolong muda untuk tetap nikmat dibawa hidup. Apalagi, bagi anak kami, pastinya, kami adalah dua orang yang paling diharapkan untuk tetap hidup.

Sama halnya kami juga mengharapkan mereka tetap hidup, membesar, menjadi cantik, menjadi ganteng, dalam awasan mata kami. Awasan mata yang walaupun nanti sudah beranjak merabun.