Tuesday, March 15, 2016

Roti Bantal Dan Es Krim

Leher kubebat dengan sarung sebagai ganti jaket tua yang mulai bosan kupakai, menerobos angin sejuk sisa-sisa musim dingin di pekarangan kampus NKUAS, Kaohsiung, Taiwan.

Aku menuju ke depan kampus, ke simpang empat di mana makanan kesukaanku, es krim, dijajakan. Ke sebuah toko yang tersembunyi di lantai dua timur perempatan.

Hari ini beda, aku ingin makan es krim seperti yang kusantap di kampung halamanku: es krim kumakan dengan roti bantal. Karena di sini tak ada budaya makan es krim dengan roti, maka aku membeli rotinya sendiri di minimarket depan kampus.

Di toko es krim langgananku itu, rencananya aku hanya ingin membeli es krimnya saja tanpa campuran buah-buahan. Dengan roti yang telah kubeli, aku ingin mencecahkannya pada es krim secuil demi secuil.

Namun, baru saja tiga anak tangga aku naiki menuju toko yang berada di lantai dua itu, seorang bapak yang duduk di kaki tangga berteriak, "Meiyou kai!"

Pandanganku memutar ke bawah untuk bertanya ulang kepadanya,"Meiyou kai ma?" Tenyata tokonya tutup. Deg...! Aku megintip ke atas. Gelap. Tak ada tanda-tanda ada aktifitas di atas sana. Padahal setahu saya toko ini tak pernah tutup.

Memang dalam dua hari ini suhu Taiwan turun sebagai musim dingin saja. Padahal minggu lalu sudah panas. Mungkin gara-gara dingin mereka menutup tokonya. Dibuka pun akan sepi pengunjung. Mencari konsumen es krim buta cuaca seperti saya ini tentu bukan perkara mudah baginya.

Aku menghela nafas seraya tersenyum ke arah bapak itu. Dengan roti bantal di tangan aku pun kembali ke laboratorium.

No comments:

Post a Comment