Akibatnya, membaca, yang merupakan tugasku di sini, menjadi sangat terganggu. Menatap komputer, apalagi. Kadang pula gatalnya minta ampun. Sampai air mataku berlinang menganak sungai (Lebay).
Tiga hari menderita, akhirnya hari ini aku datang di Dr Tung's Eye Clinic, yang hanya lima menit jalan kaki dari kampusku. Sampai di sana, tak perlu lama menunggu karena klinik lumayan sepi. Tak lama setelah aku mendaftar dan membayar 150 NTD, kemudian aku dipanggil.
Semua keluhan aku sampaikan, bahwa serangan kali ini terjadi pada mataku yang sebelah kiri. Mata kiriku diperiksanyalah dengan oftalmoskop. Hasilnya difoto serta ditampilkan di layar monitor yang terpasang di samping dokter. Setelah itu dijelaskannya kepadaku.
Katanya, mataku tidak apa-apa. Hanya ada sedikit infeksi. Dia juga menunjukkan bahwa ada bibit timbil yang siap bengkak dalam beberapa hari kedepan. Tapi tak apa-apa, cuma butuh obat biasa saja. Tak serius. Begitu keterangan dokter. Aku hanya mengangguk dan sesekali mengklarifikasi.
Berbeda dengan kunjunganku dulu, dokter kali ini memberi nasehat kepadaku agar jangan sering tidur kemalaman (jangan begadang, kalau kata Bang Haji). Aku mengangguk. Di samping itu aku juga dianjurkan jangan terlalu sering makan berminyak. Sama, aku mengangguk lagi. Dan anjurannya lagi, jangan banyak makan pedas. Aku hanya tersenyum, yang ini kurang yakin. Memangnya ada hubungan antara sakit mata dengan makanan pedas? Tapi, dokter 'kan lebih tahu? Kenapa pula aku merasa sok pintar? Entah, lah. Ah, akhirnya aku mengangguk pula untuk anjuran terakhir ini.
Selepas itu aku keluar dari ruang periksa, selanjutnya menunggu dipanggil untuk mengambil obat. Sejurus kemudian namaku dipanggil, "You Se Man Xiansheng! - Bapak Usman!" Aku mengangguk, berjalan mendekati loket.
"Dua obat ini khusus untuk mata sebelah kiri. Yang ini empat kali sehari," Ibu petugas obat ini menunjuk obat tetes yang bernama Chloramphenicol. Kemudian mengangkat obat salep yang bernama Winacort, "Ini dua kali sehari." Selanjutnya ia mengambil obat yang ketiga, PATEAR nama obat itu, "Ini empat kali sehari dipakai pada kedua belah mata."
Saya mengangguk. Walaupun masih agak bingung. Akhirnya bertanya, "Ini berapa jeda pemakaian antara ketiganya? Atau bisa dipakai bareng?"
"Lima menit," jawabnya singkat sambil mengangkat telapak tangan kanannya dengan jari-jari dikembangkan. Pertanda angka lima.
Akupun bergegas pulang. Jalan kaki menuju kampus yang jaraknya hanya tiga kali pelemparan batu ini. Lima menit kemudian aku sudah terpacak di bangku belajarku di lab. Tanpa menunggu badai napasku mereda, aku langsung beraksi dengan tiga macam obat itu.
Setelah selesai meneteskan tiga obat mata itu sesuai instruksi dokter, kemudian aku melanjutkan aktivitas lagi. Beberapa jenak kemudian aku merasakan mulutku terasa pahit. Aku menyengir sambil berdecap-decap. Sepertinya tiga obat mata itu membeludak di mataku dan masuk ke tenggorokan.
__________
Notabene:
- Okulis adalah dokter yang membidangi penyakit mata atau seringnya kita menyebut "dokter mata" saja. Sekarang sering pula disebut dengan istilah "oftalmologis", tapi sayang, kata ini belum ada dalam KBBI. Jadi, aku pakai okulis saja, karena ini sudah baku.
- Oftalmoskop adalah alat yang bentuknya seperti mikroskop yang dipakai oleh okulis untuk melihat ke dalam mata pasien.
- Timbil adalah bisul kecil pada tepi pelupuk mata. Bahasa Aceh, "guluntie".
![]() |
Klinik mata di Kaohsiung, Taiwan |
![]() |
Tiga jenis obat yang diberikan kepadaku |
No comments:
Post a Comment