Tuesday, March 22, 2016

Sakit Itu Lebih Sakit Saat Di Perantauan

Sudah lama aku tak sakit perut. Semalam (21/02/2016), perutku sakit. Ususku terasa terpuntir-puntir. Nyeri sekali. Seperti biasanya, jika sakit perut, demam pun datang. Tidurku semalam benar-benar tak nyenyak. Sebentar terlelap malah dihantam mimpi aneh yang biasa aku alami ketika tak enak badan. Ini berbahaya, karena sakit perut dan demam itu menjadi penyakit khasku yang sering menyerang secara bersamaan.

Dulu, semester pertama, ketika masih seperti bayi di Taiwan, saya pernah demam, perut kembung, dan muntah. Sekaligus. Sakit bercampur sedih. Memang beda rasa jika sakit di rantau. Di kampung saat sakit seperti itu pasti ada yang menyediakan makanan. Di sini, ketika saya sakit dulu, saya harus naik taksi tiap hari pergi ke masjid Kaohsiung. Di sana aku meminta tolong Mbak Sari (pengelola warung Indonesia di masjid Kaohsiung, asal Banjar) untuk memasak sayur bening kepadaku karena cuma itu yang bisa aku makan.

Dan memang dokter juga menganjurkan demikian, agar aku jangan makan makanan berlemak dan banyak serat untuk sementara waktu. Dalam tahap penyembuhan, setiap hari aku pergi ke masjid sampai badanku sudah agak baikan.

Padahal badanku sangat lemah kala itu. Sebenarnya aku tak sanggup bepergian kemana pun. Tapi jika tinggal di asrama aku akan kelaparan. Asal tahu saja, saat itu aku belum tahu kalau di sekitar kampus ada banyak warung makan. Termasuk warung vegetarian, baru aku tahu setelah sembuh dari sakit.

Setelah kejadian itu, saya sangat berhati-hati dalam menjaga kesehatan di Taiwan. Jika memang badan sudah terasa aneh, saya langsung ke klinik di sekitar kampus. Klinik yang sudah menjadi langgananku.

Doktornya juga sudah sangat mengenalku. Dengan uang 150 NT (sekitar 60 ribu Rupiah), saya sudah bisa mendapatkan pemeriksaan dan sekaligus obatnya. Murah ya? Iya, murah. Tapi sebenarnya harganya tidak segitu, lebih mahal lagi. Ini karena saya menggunakan kartu asuransi kesehatan nasional Taiwan. Dulu sebelum aku mempunyai kartu tersebut, saya harus membayar sekitar 300 NTD dalam setiap kunjungan.

Jadi, hari ini, saya akan memeriksa ke doktor langgananku itu. Aku lebih tak mau sakit hari ini. Hari ini kan aku seharusnya bahagia? Istriku hari ini diyudisium sebagai seorang perawat di Akper Kemenkes Banda Aceh, yang pendidikannya sempat terhenti karena cuti hamil untuk anak pertama kami, Nusayba.

No comments:

Post a Comment