Di lab-ku, sebulan yang lalu.
Salah satu teman sering menumpang untuk menunaikan salat di lab saya, di tempat saya salat, di sela-sela antara dinding dan meja belajar yang tak berpenghuni. Lab dia bersebelahan dengan lab saya. Jika tak disekat dinding, meja belajarnya persis di belakangku.
Tidak seperti lab dia yang sempit, lab saya jauh lebih luas dan lega. Jangankan sedikit tempat untuk salat, untuk pesta kecil-kecilan di antara anggota lab pun sanggup ditampungnya.
"Man, kamu kalau ke toilet masih selalu bawa botol terus?" Dia bertanya setelah beranjak dari salatnya saat dalam sebuah bincang pendek yang selalu terjadi setelah salat. Roman muka lembab dengan air wudu masih memancar di wajahnya.
"Iya. Masih bawa botol," jawab saya seraya wajahku mengisyaratkan ke arah botol bekas air minum mineral yang sengaja kubeli hanya untuk kuambil botolnya. Kalau hanya butuh air minum tak kan mungkin aku membelinya. Air minum di sini gratis. Banyak mesin air bertebaran di seantero kampus.
"Kalau tak bawa botol. Kamu bisa pakai botol yang aku sembunyikan di bawah wastafel. Letaknya di bawah wastafel paling ujung," dia menceritakan detail tempat penyembunyian botol yang akan dianggap sampah oleh orang Taiwan, tetapi barang penting oleh kami ketika ke toilet.
Aku menanggapi datar saja bantuan botol tersembunyi itu ketika awal diceritakannya. Tapi esoknya, anggapan datar saya berubah drastis terhadap botol itu. Saya ini pelupa kelas wahid. Tak jarang saya harus bolak-balik toilet-lab hanya karena lupa membawa botol air. Botol untuk mengisi air bercebok dari hajat besar atau kecil
Sampai di toilet, botolku tertinggal di lab. Saat itulah, aku melihat kiri-kanan. Kosong. Badanku langsung membungkuk untuk mencari botol sembunyian temanku itu. Aku mendapatinya. Botol cencunaica (minuman teh susu yang berisi gelembung ketan yang kenyal) menggelayut di selangkangan siku-siku penyangga wastafel. Botol yang cukup untuk menampung air bahkan untuk cebok hajat besar sekalipun.
Botol cencunaica ini macam gelas besar yang bentuknya menirus ke bawah yang terbuat dari plastik. Walaupun ia juga dipakai sebagai wadah teh dan jus, tapi botol ini lebih terkenal dengan wadah cencunaica di kalangan kami pelajar Indonesia. Lebih-lebih saya, terkenal sebagai penikmat cencunaica.
Di Taiwan ini, untuk cebok hajat besar saya selalu mendahuluinya dengan tisu baru kemudian saya teruskan dengan sebotol air. Bersih, karena tugas berat pensucian sudah dikerjakan oleh tisu. Jadi tak perlu air seember anti-pecah seperti di Aceh.
Bernar-benar cebok yang sangat syar'i, ya? Mengingat dalam kajian hukum Islam mencebok itu lebih disukai jika didahului dengan tiga batu dan kemudian dilanjutkan dengan air. Jika batu dianalogikan dengan tisu untuk zaman sekarang, maka apa yang saya lakukan benar-benar penyucian yang sangat sempurna, bukan?
Berminggu-minggu saya menggunakan botol sembunyian itu tanpa perlu berpikir harus membawa botol dari lab. Sampai-sampai tangan saya sudah hafal betul posisi botol ini. Mengambil dan mengembalikannya ke selangkangan siku-siku penyangga wastafel tak perlu lagi merunduk untuk melihatnya lagi.
Hari ini (10/4/2016). Seperti biasa, aku ke toilet melenggang penuh percaya diri. Benar-benar tangan kosong, tanpa botol di tangan. Buat apa? Kan di sana sudah ada botol sembunyian itu? Sampai di toilet, tanganku seperti tak perlu dituntun lagi untuk meraba ke bawah wastafel.
Celaka. Beda. Hari ini tanganku hanya menyentuh besi siku pengangga. Tak ada botol di sana. Aku merunduk untuk melihatnya. Kosong. Botol itu tidak ada lagi. Sepertinya mahluk Tuhan lain telah mengambil alih kepemilikannya. Barusan mungkin posisinya terdeteksi oleh petugas kebersihan. Dan mengeksekusinya sesuai peraturan yang berlaku. Pastinya masuk ke tong sampah.
Aku yang sudah kebelet pipis langsung menuju urinoir- tempat pipis berdiri sekitar tiga meter dari wastafel. Toilet sepi. Hari ini hari minggu. Setelah pipisku usai. Aku melihat kiri-kanan. Sepi. Tak ada suara kerisik langkah di luar sana. Pun suara depak langkah di tangga tak terdengar.
Kondisi kondusif betul. Aku berjalan ke wastafel dan bercebok di sana. Pengalaman yang sangat menakjubkan hari ini. Coba saja jika ada yang tiba-tiba masuk ke toilet tadi. Bisa-bisa saya disangka mengidap eksibisionis. Parah. Ampun.
No comments:
Post a Comment