Anda mungkin berpikir ini aneh, nama teman sendiri yang bertemu setiap hari kok bisa lupa namanya. Begini, asal tahu saja, berbeda dengan nama dalam bahasa Inggris, nama dalam bahasa China itu ternyata sulit diingat, dan juga sulit sekali dilafalkan oleh lidah orang Melayu yang tak berbahasa Mandarin seperti saya ini.
Akibatnya, ya lupa. Mau menanyakan lagi jadi tak enak hati. Tapi itu hanya perasaan saya saja tentunya. Orang Taiwan ternyata menyadari betul kalau namanya sulit diingat oleh orang asing. Apalagi saya, logat Aceh begitu mencengkeram lidah saya. Jadi, tak mengapa menanyakan nama teman berulangkali. Bilang saja lupa sambil minta maaf.
Dulu, di awal ketibaan di Taiwan, seorang karyawan kantor internasional kampus dari awal dia langsung memperkenalkan namanya yang versi Inggris, Helen. Begitu saya tanya namanya yang versi China, dia mengucapkannya berulang kali. Tapi saya sulit mengucapkannya dengan benar, boro-boro mengingatnya. Akhirnya dia bilang, "Panggil saja Helen. Sulit kamu ingat nama saya." Dan nama itu abadi sampai sekarang di lidah kami pelajar asing..
Namun, perlu diketahui bahwa, tidak semua orang Taiwan menyiapkan nama bahasa Inggris. Jika kita ngotot meminta nama Inggrisnya, maka dia akan langsung menciptakan nama darurat yang khusus untuk kita. Dan jangan tanya nama itu kepada orang lain, karena nama itu hanya diberikan untuk kita.
Barusan saya memberanikan diri untuk menanyakan ulang nama-nama teman saya di lab satu persatu. Dan saya menulisnya di kertas stiker untuk saya tempelkan di CPU komputer saya. Agar saya tak melupakannya lagi.
Ada yang unik, ternyata teman Taiwan itu sulit sekali menulis lafal nama China-nya dengan huruf latin. Mereka bingung saat saya menyuruhnya menulis namanya dalam huruf latin.
"Saya tak tahu persis bagaimana menulisnya dalam huruf latin." Salah satu teman menulis namanya dengan lambat dan bingung. Saya menyuruhnya melafalkan apa yang dia ditulis. Kemudian saya tulis lagi di bawahnya dalam versi pengucapan Indonesia.
Sama seperti orang barat, nama orang Taiwan tersusun dari nama diri dan nama keluarga. Namanya hanya tiga suku kata, tak lebih tak kurang. Yu-Lin-Lio, Lio adalah nama keluarganya, sementara Yu-Lin adalah nama diri atau nama yang diberikan ketika dia lahir (given name). Sehari-hari kita memanggil nama dirinya, bukan nama keluarganya seperti di barat sana.
Tataletak nama di Taiwan jika ditulis dalam karakter Mandarin adalah nama keluarga dulu baru disusul dengan nama diri. Jadi, untuk kasus teman saya, Yu-Lin-Lio, sebenarnya dalam karakter Mandarin adalah Lio-Yu-Lin. Nama keluarga dulu. Tapi jika kita minta menulisnya dalam tulisan latin, maka nama diri dulu di depan dan nama keluarga disingkir ke belakang.
Begitu saya tiba di Taiwan dulu, saya langsung diberinama baru yang sesuai dengan budaya penamaan orang Taiwan, tiga suku kata. Nama saya Usman berubah menjadi You-Se-Man. Dalam Karakter Mandarin ditulis dengan 尤瑟曼. Ini hanya alih bahasa dari kata Usman. Kebetulan nama saya lumayan pendek dan bisa ditulis dengan karakter Mandarin yang bunyinya lumayan mendekati nama asli saya.
Tapi jika namanya panjang dan tak ada padanan suaranya dalam karakter Mandarin, maka kita harus merelakan nama Mandarin-nya berbeda jauh dengan nama asli. Teman saya, Fatahul Arifin, nama China-nya berubah menjadi Pang-Er-Sen. Jauh, kan? Arif Wahyudiono menjadi Wan-Ja-Fu, lebih jauh lagi, kan? Memang seperti itu. Santai saja.
Perlu diketahui, nama China yang diberikan ini resmi. Bukan main-main. Jadi, tugas pertama saya saat tiba di Taiwan adalah belajar bagaimana menulis nama saya yang berkarakter Mandarin itu. Karena semua surat-menyurat resmi, termasuk urusan perbankan, nama dengan karakter Mandarin lah yang digunakan. Nama itu sekigus sebagai tandatangan di setiap formulir-formulir penting.
Masalah penamaan ternyata tak berhenti pada nama Mandarin atau tidaknya. Budaya Indonesia yang tak mengenal bubuhan nama keluarga pada nama lahir menjadi masalah tersendiri di sini. Profesor saya sendiri jadi bingung menulis nama saya ketika mengisi formulir sebuah konferensi.
"Nama kamu cuma Usman? Nama keluargamu apa?" Dalam sebuah rapat lab Profesor terheran-heran dengan nama saya yang hanya satu kata, Usman.
"Iya, Prof. Nama saya cuma Usman. Di Indonesia tidak ada budaya bubuhan nama keluarga." Saya tersenyum datar menanggapinya.
"Terus bagaimana ini? Mereka butuh nama keluarga di formulir." Profesor meminta pandangan saya. Bolpennya digerak bolak-balik dalam cengkeraman pangkal telunjuk dan jempolnya.
"Kebiasaan saya, Prof. Saya membubuhi nama yang sama untuk nama diri dan keluarga. Nanti, nama saya akan muncul Usman-Usman," Saya menjelaskan, "Daripada saya membubuhi nama ayah saya malah tidak sama dengan yang ada di paspor."
Profesor menerima pentunjuk saya itu. "Tapi... aku pernah melihat facebook-mu. Usman B... b... b.... Apa itu saya lupa? Itu nama apa?"
"O, Blangjruen. Itu nama kampung kelahiran saya, Prof." Aku tertawa menjawab itu. Dia juga tertawa. "Itu nama tak resmi, Prof," Tutup saya.
Nama-nama teman lab yang sempat saya lupakan. |
No comments:
Post a Comment