Aku curi-curi memandang gerak-gerik pemudi bermata sipit, berkulit putih bersih, berambut lurus tergerai itu. Bukan, bukan, aku bukan ingin melihat kecantikan gadis itu. Aku hanya ingin tahu apa yang dilakukannya, kok. Serius.
Tak lama kemudian, buku itu sudah dikeluarkan lagi dari brankas dan dibawanya pergi. Menuju meja belajar yang tersedia di setiap lantai.
Setelah melihatnya menjauh dan menghilang di balik rak-rak buku, sekarang giliran aku untuk menginterogasi lemari yang masih misterius bagiku ini. Setelah berada di depannya, mataku menyapu ke sekujur tubuh lemari ini. Dari bawah sampai atas di mana kertas bertulis “Book Sterilizer” kutemui. Tak butuh waktu lama, aku langsung paham, ternyata lemari ini fungsinya untuk mensterilkan buku.
Tapi, celakanya, kenapa baru hari ini aku tahu bahwa di perpustakaan nan megah ini ada makhluk yang bernama “book sterilizer.” Makhluk yang sanggup mengusir kuman dan virus yang menempel di buku karena sentuhan tangan-tangan peminjam sebelumnya.
Walaupun, sejenak yang lalu aku sempat berpikir, sekotor apa sebuah buku sehingga Perpustakaan Umum Kaohsiung harus menyediakan alat pensteril buku ini? Namun, setelah kubayang-bayang sendiri, baru aku sadar. Ternyata buku yang kita pinjam dari perpustakaan umum memang selayaknya disterilkan.
Aku sendiri, terus terang, suka betul mencium aroma buku. Atau kadang secara tak sengaja menggigit tepi-tepi buku dengan gigitan-gigitan kecil saat melamun di sela-sela membaca. Asal tahu saja, aku sebenarnya adalah pelamun kelas berat. Jika sedang larut dalam lamunan, banyak tingkahku yang tak terkontrol.
Nah, dari situ kecurigaanku terhadap kebersihan buku membubung. Siapa jamin peminjam buku sebelumnya bersih betul tangannya. Siapa tahu dia juga pelamun kelas wahid, yang ketika melamun dia tak sanggup mengontrol tangannya, yang menggerayangi seluruh kecamatan dan kabupaten terlarang di tubuhnya. Ampun, Tuhan.
Jadi, mulai saat itu, sebelum memboyong buku ke luar, aku pasti akan memasukkannya dulu ke lemari kecil mungil ini. Prosesnya juga tak lama, tergantung jumlah buku yang kita masukkan. Tapi rata-rata paling lama hanya 50 detik, selesai.
Lemari ini, dilihat dari luar, bentuknya hanya seperti brankas uang saja. Tapi jauh dari bentuk luarnya yang monoton, di dalamnya ternyata begitu indah. Dindingnya dilapisi cermin dari segala penjuru. Melihatnya, seketika benakku langsung dipenuhi suasana rumah makan Padang. Lapar.
Sinar ultraungu menerangi seluruh ruangnya. Rak berbentuk jerjak besi berwarna perak bersih menyala dipasang menyekat lantainya, yang melayang sekira dua centimeter di atas lantai bagian dalam lemari itu.
Dua helai jerjak besi lain juga dipasang vertikal yang terikat kuat di langit-langitnya. Jerjak vertikal ini tak lain fungsinya adalah tempat menyandarkan buku. Sepintas, bentuk dalam lemari ini hampir sama dengan oven gelombang mikro (microwave). Cuma, ini untuk mensterilkan, sedangkan oven untuk memanggang.
Hari itu juga aku mencobanya langsung setelah mengambil buku di lantai 5. Turun. Membuka pintu lemari ini. Meletakkan buku dalam posisi berdiri dengan menyandarkan pada jerjak vertical. Menutup pintu. Menekan tombol. Jam sukat digital pun berjalan menghitung mundur dari 45 detik. Tak lama.
Setelah selesai, aku mengambil buku itu. Lihat kiri-kanan. Mencium buku yang barusan terpapar sinar ultraungu itu. Tak ada perubahan bau dari sebelum steril tadi. Artinya, tak ada efek pemanasan dalam lemari ini. Buku tetap dingin seperti awalnya karena disergap udara AC ruangan perpustakaan yang dingin.
Setelah melihat lemari pensteril ini. Aku jadi berpikir, di toko-toko dan bank-bank seharusnya punya benda ini. Sebelum uang dikembalikan lagi ke pelanggan, kurasa sebaiknya disterilkan dulu. Mengingat, konon katanya uang adalah benda yang paling kotor di dunia. Tapi, juga paling menarik di dunia. Aku menyasar ke Taiwan ini, salah satu biang keladinya adalah uang.
Wujud luar pensteril buku |
No comments:
Post a Comment