Esok pagi segera setelah aku terjaga. Aku mencabut kartu dari pemindai. Namun, belum saja tanganku menyentuhnya, mataku menangkap angka 80 di layar pemindai. Berarti pulsa AC-ku hanya tersisa 80 NTD. Padahal pemakaiannya hanya enam jam pada suhu 27 derajat Celcius.
Aku terkesiap menatap pulsa AC-ku yang hanya tinggal separuh itu. Berarti satu malam AC ini menggerogoti 80 NTD dari hartaku yang ada dalam kartu pulsa, sekitar 32 ribu Rupiah. Padahal hanya pada suhu 27 derajat Celcius dan itu pun hanya enam jam aku menyalakannya.
Aku menatap AC tua itu dalam-dalam. “Nyoe AC puw baluem bili? – ini AC apa setan baluem bili*?” gumamku sendiri di pagi itu. Semalam 32 ribu Rupiah hanya untuk AC? Keterlaluan. Duh, ini sudah makruh hukumnya menggunakan AC pengisap darah ini. Buang-buang harta. Aku jengkel.
Alhasil, mulai tadi malam aku langsung bersiasat. Pulang dari lab, seperti biasa, pukul 11 malam. Jendela sorong kamar kututup rapat-rapat. Kipas kecil yang hampir seluruh tubuhnya terbuat dari unsur besi, berdiameter sejengkal, dan bertenaga tinggi, kunyalakan. AC kuhidupkan. Saat ruang kamar sudah sempurna dingin, AC kumatikan. Kuserahkan tugas pendinginan selanjut pada kipas kecilku, pendingin gratis.
Momok terbesar penghuni kota Kaohsiung, Taiwan Selatan, adalah gerahnya pada musim panas. Jika kita lihat pada suhu yang muncul pada termometer, sebenar tak sadis-sadis banget, sekitar 33 atau 34 derajat pada bulan Mei dan Juni. Bagi manusia di sekitar ikat pinggang bumi seperti Indonesia tentu tak asing dengan besaran suhu segitu.
Tapi bedanya adalah, kelembaban udara di Kaohsiung benar-benar tingkat dewa. Seolah udara hampir terisi uap air semua. Rasa panas bagai dalam kukusan nasi ketan Maulid Nabi*. Panas yang dirasakan kulit berlipat tingginya melebihi temperatur yang tercandra termometer.
Kipas angin ayun yang dipasang di langit-langit asrama benar-benar tidak bisa membantu. Butuh kipas angin lain yang mengipasi tubuh tanpa henti dan tanpa rintangan. Karenanya, kipas angin kecil berkecepatan tinggi kuletakkan di ujung kakiku.
Mulai tadi malam, tidur dengan biaya murah sukses kulakukan. Walau tentu tak senyaman dengan tidur dikeloni AC. Tapi tak apalah. Hidup adalah perjuangan. Termasuk perjuangan melawan panas dengan biaya murah.
Aku ini tinggal di asrama mahasiswa. Biaya per semester hanya 8500 NTD. Berarti sekitar 500 ribu Rupiah per bulan. Air, listrik, mesin cuci, dan satu kipas angin ayun di langit-langit sudah tersedia. Gratis. Namun, ketika ingin menghidupkan AC, uang tambahan harus aku keluarkan. AC yang terpasang di kamar sudah dibekali saklar berpemindai, yang tak akan aktif bila sebuah kartu berpulsa belum kumasukkan.
Pemindai ini dibekali pengukur daya listrik yang terpakai oleh AC, yang kemudian dikonversikan ke nilai uang yang akan diambil dari pulsa yang ada dalam kartu. Makin rendah suhu AC yang kita setel, maka makin besar kerja AC yang dibutuhkan, sehingga makin banyak daya listrik yang termakan. Akhirnya, makin banyak uang pulsa yang ditarik.
Kartu pulsa AC ini bisa dibeli di kantor bagian komersial kampus. Untuk pembelian pertama, 350 NTD harus dikeluarkan: 50 untuk kartu, 300 NTD untuk pulsa perdana. Untuk selanjutnya, pulsa bisa diisi dengan jumlah sesuka hati.
--------------------------------------------------
Notabene:
Pemindai ini dibekali pengukur daya listrik yang terpakai oleh AC, yang kemudian dikonversikan ke nilai uang yang akan diambil dari pulsa yang ada dalam kartu. Makin rendah suhu AC yang kita setel, maka makin besar kerja AC yang dibutuhkan, sehingga makin banyak daya listrik yang termakan. Akhirnya, makin banyak uang pulsa yang ditarik.
Kartu pulsa AC ini bisa dibeli di kantor bagian komersial kampus. Untuk pembelian pertama, 350 NTD harus dikeluarkan: 50 untuk kartu, 300 NTD untuk pulsa perdana. Untuk selanjutnya, pulsa bisa diisi dengan jumlah sesuka hati.
--------------------------------------------------
Notabene:
* Baluem bili adalah setan air dalam mitos masyarakat Aceh. Wujudnya seperti tikar melayang-layang di permukaan air. Jika ada orang yang tenggelam di sungai secara misterius, baluem bili sering dianggap sebagai tersangka utamanya.
* Di Aceh Utara biasanya kita memasak nasi ketan dengan kukusan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
No comments:
Post a Comment