Harapannya, jika ada masalah, langsung melapor ke profesor, ia memberikan solusi, dan dengan sekejab masalah yang selama ini merintangi penelitianku, hilang.
Kenyataannya, sungguh tidak demikian. Ini adalah penelitianku, dan akulah yang harus mencari solusinya. Profesor. Ia “hanya” menunjuk jalan, jalan yang bermuara pada posisi penyelesaian masalahku.
Kadang petunjuknya begitu umum, ”Baca paper yang lebih banyak lagi. Atau, kerja yang lebih keras lagi. Atau, coba tanya pengalaman si Pulan, temanmu yang baru saja lulus itu.”
Mau tahu bagaimana jawaban saya? Tak ada kata lain, sujud sembah, “Siap! Laksanakan, Profesor.” Tak ada marah-marahan. Apalagi bunuh-bunuhan. Karena itu bukan dunia penuntut ilmu. Lebih khusus lagi, bukan duniaku.
Bagiku, menjadi mahasiswa S3 tak ubahnya seperti terjun ke sebuah jurang dimana hanya aku yang mengetahui kedalamannya. Dan bagaimana aku selamat sampai di bawah dan bisa naik lagi ke atas, hanya kelihaianku sendiri dalam merangkai alat dari apa yang ada di bawah sana.
Sedangkan Profesor, tak ubahnya sebagai matahari yang selalu memberi sinarnya dalam bentuk pedang-pedang cahaya ketika menembus kanopi hutan. Menerangiku agar terus bisa bekerja untuk tujuanku.
Jika aku diam, tak melakukan apa-apa, sampai kapan pun tak akan bisa meninggalkan jurang yang sudah telanjur kutempati. Berusaha terus naik walau senti demi senti, akan sampai di atas. Walau, karena saking lamanya, zaman di atas sana sudah berubah. Zaman di mana orang hanya membutuhkan yang muda-muda.
Sekarang, aku sadar, mahasiswa S3 ini ternyata bukan pasukan Centurions yang kukenal waktu kecilku dulu. Yang jika ada masalah yang harus diselesaikan, ada bandit yang harus dihentikan kejahatannya, dengan hanya berseru, “Power Extreme...!” maka badannya dalam sekejab akan disaput sinyal dari segala penjuru. Alat-alat perang canggih muncul secara ajaib dan menempel ke seluruh tubuh. Lengkap, aksi pun siap dilancarkan. Masalah, tak pernah tak tuntas di tangan tiga prajurit Centurions ini.
Aku, mahasiswa S3, jangankan mendapatkan bantuan sebagaimana pasukan Centurions, dengan segala kekuranganku, malah terkadang aku harus mengais-ngais sendiri informasi yang seharusnya sudah kukuasai semenjak S1 dulu. Tapi, karena kala itu aku belum tahu kegunaannya, kulupakan begitu saja.
Hari ini, setelah aku tahu, aku kembali belajar lagi hampir dari nol. Dan dengan bersyukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam, ilmu itu singgah lagi di kepalaku dengan kekuatan yang berbeda. Kalau dulu hanya agar terlepas dari kungkungan ujian, hari ini aku menguasainya karena membutuhkannya.
No comments:
Post a Comment