Tuesday, August 30, 2016

Koin dari Fitri dan Pelukan dari Ayub

Berpisah itu dimana-mana rasanya ya nano-nano; gembira dan sedih campur aduk jadi satu, yang tergambar di wajah-wajah kami yang membikin bingung orang yang menilai apakah wajah itu meredup atau bersinar.

Mata juga sulit diterka apakah ia mau membasah atau kering saja seperti adanya. Karena rata-rata kami menahan sedih agar tak menyeruak ke permukaan. Eh, atau cuma aku saja yang begini? Cepat sedih? Mungkin, mungkin hanya aku saja.

***

Saat liburan datang, aku pulang kampung dengan wajah yang cerah merona. Wajah istri dan keluarga ketika menyambut, semua cerah bak bulan purnama raya. Istri tersenyum mesra, ibu juga tersenyum manis. Sebaliknya, giliran balik lagi ke Taiwan, ibu menangis sesunggukan, istri berkaca-kaca matanya. Aku yang melihatnya hanya bisa tersenyum tawar sebagai kesedihan yang kupendam.

Dari siangnya aku berdoa agar anakku yang umurnya masih belum genap dua tahun itu agar sudah tertidur pulas saat aku berangkat pada malamnya. Aku takut jika anakku masih jaga dan menangis mau ikut, maka jadilah drama yang menyedihkan. Dan itu aku tak tahan. Tinggal ada yang memancing saja, maka aku akan menangis.

***

Hari ini Ayub dan Fitri pulang balik ke Indonesia karena tugas mereka kuliah master di kota Kaohsiung ini sudah usai. Mereka sudah lulus. Tepat waktu. Dua tahun kami bersama, dan hari ini kami berpisah. Di tapal batas udara negeri Taiwan, Bandara Internasional Kaohsiung, Taiwan Selatan.

Dua temanku ini, atau adiku, pulang ke Indonesia setelah sama-sama menjalani hidup yang penuh lucu di kota terbesar kedua di Taiwan ini, Kaohsiung, kota dimana kami bersama. Dan National Kaohsiung University of Applied Sciences (NKUAS), kampus dimana kami menimba ilmu.

Jujur saja. Sebenarnya aku paling tak suka mengantar teman ke bandara dimana ia pergi dan sulit diterka kapan akan bertemu lagi. Aku cepat sedih. Karenanya, bukan main capeknya saat aku mencoba mengalihkan pikiranku terbang menjauh dari lokasi itu. Berpura-pura senyum, berkelakar, itu sudah jadi trikku ketika melepaskan teman pergi. Sehingga aku tak larut dalam suasana sendu.

Walaupun aku lebih cepat datang setahun dari mereka berdua, mereka lebih cepat lulus. Alasannya, sih, karena mereka mengambil S2 dan aku mengambil S3. Walaupun tahun ini aku seharusnya juga lulus, tapi ternyata aku belum bisa lulus. Akhirnya, aku adalah orang yang didatangi mereka dua tahun yang lalu, dan sekarang ditinggalkan setelah genap dua tahun mereka di sini.

Dari Fitri aku dapat tinggalan koin lebihan belanjanya yang pasti tak akan laku lagi ketika ia melewati garis batas negeri. Uniknya, dalam gerombolan koin itu ada satu koin Indonesia seharga 500 rupiah. Seakan ia memberi isyarat kepadaku, "Mas, cepatlah selesai. Bergegaslah lintasi batas negeri ini ke negeri koin 500 rupiah ini, pulang ke Indonesia."

Akhirnya, pelukan dari Ayub di bandara memisahkan kami hari ini.
Di Bandara Internasional Kaohsiung. Ayub pertama dari kiri dan Fitri yang kelima. Sumber foto: Facebook Ayub AnggaDireja.

2 comments:

  1. Replies
    1. Hehehe. Ternyata aku pernah nulis tentang ini, ya? Ya, kapan-kapan bisa ketemu lagi di dunia nyata.

      Delete