Thursday, August 11, 2016

Sarapan Pagi di Taiwan

Semenjak tinggal di luar kampus saya mulai rutin membeli sarapan. Karena dari jalan menuju kampus, terlihat jelas banyak pedagang sarapan di pinggir jalan. Dan aku pun tergoda.

Padahal lama sudah aku tak sarapan selama tinggal di Taiwan. Trauma setelah membeli sarapan sandwich yang diakunya hanya berisi telor dan sayur malah kutemukan remah-remah daging babi di dalamnya. Akhirnya, makanan haram itu pun kusumbangkan ke temanku yang tak terlarang baginya untuk menyantapnya.

Sebelum berbelok menuju pintu kampus, langkahku kuluruskan ke sebuah lapak sarapan yang hanya bertengger di waktu pagi itu. Tak ada informasi bagiku apakah ini sarapan vegetarian atau bukan. Saya mengandalkan dengan bertanya saja walaupun kadang jarang mendapatkan jawaban yang akurat.

"Bos, ini mengandung babi tidak?" tanyaku menunjuk ke arah sandwich pajangannya.

"Tidak. Ini tidak ada babinya," jawabnya

"Ini yang merah ini apa?" Aku menunjuk ke arah selipan lembaran berwarna merah di sandwich yang mirip sekali dengan daging.

"Bukan, bukan. Ini bukan daging," akunya dengan suara lantang meyakinkan.

Seorang ibu pelanggan yang berada di samping menatap ke arahku.

"Huijiao ma? - Beragama Islam, ya?" tanya perempuan itu.

Merespons pertanyaannya, saya mengangguk,"Dui, huijiao - Ya, saya Islam."

Di Taiwan ini, dan juga di Tiongkok daratan, orang menyebut Islam dengan kata Huijiao. Hui artinya suku Hui dan jiao artinya agama. Huijiao berarti agamanya suku Hui. Mengapa suku Hui? Tertulis dalam sebuah kisah, ketika Islam datang ke Tiongkok, hanya suku Hui-lah yang rela menerima Islam dan dengan senang hati meninggalkan konsumsi babi yang lezat itu. Sehingga Islam di Tiongkok identik dengan agamanya suku Hui. Maka jika Anda ke Taiwan atau Tiongkok daratan, jangan menyebutkan Islam. Mereka tak bakal tahu. Sebut saja Huijiao.

"Tak mengapa. Ini bukan babi," kata perempuan paruh baya itu untuk meyakinkan saya.

Penjual menyela percakapan singkat kami, "Di sini tak ada daging. Semua makanan di sini dari tetumbuhan." Dia berjalan ke depan lapaknya dan menunjukkan umbul-umbul yang bertuliskan bahwa di sini hanya ada makanan vegetarian.

Owalah, saya sama sekali tak melihat umbul-umbul ini tadi. Ternyata di baris pertamanya jelas sekali tertulis karakter yang bermakna vegetarian yang sangat aku hafal sedari dulu itu.

***

Di lapak sarapan itu biasanya saya membeli dua sandwich dengan harga satuannya 20 NTD dan satu botol susu dengan harga 15 NTD. Totalnya 55 NTD.

Tak enaknya, hari kedua saya datang lagi dengan mengambil barang yang sama tapi dihargai dengan 70 NTD. Jidatku mengernyit mendengarnya. Melihatnya, penjual itu meralatnya menjadi 60 NTD. Masih lebih mahal 5 NTD.

Katanya, sandwich bukan 20 NTD harganya, tapi 25 NTD. Lah, kalau begitu kenapa jadi 60 NTD? Seharusnya kan 65 NTD? Ini dia mau curang, sehingga jadi bingung dalam menyimpulkan harga. Tapi saya ambil saja. Saya memang kurang mau bertengkar di Taiwan ini.

Hari ini aku datang lagi, hanya mengambil satu sandwich. Saya menyerahkan uang recehan 20 NTD. Pedagang itu hanya tersenyum dan bilang xie xie - terimakasih. Berarti harga sandwich memang 20 NTD. Kemarin mungkin dia lagi galau.



No comments:

Post a Comment