Dulu ketika aku sedang mengikuti kursus singkat persiapan tes bahasa Inggris di International Education Center (IEDUC) Bandung, dekat Gedung Sate, seorang staf pengajar bule pernah mengeluhkan penjual jus di Indonesia. Ia beli jus jeruk, tapi tanpa dimintainya langsung dicampur gula. Begitu ia minum, loh, kok manis. Ia jengkel sekali. Baginya kalau minum jus jeruk, ya, jeruk saja diperas, ambil airnya, dan diminum. Selesai. Tak perlu dicampur gula. Kalau masam, ya, dibiarkan saja masam. Kalau memang manis, ya, syukur. Harus alami, apa adanya.
Awalnya aku berpikir barangkali si bule ini sedang menjaga kesehatannya saja, sehingga ia mengurangi asupan gula. Tapi, setelah aku menjejakkan kaki di Taiwan ini, ternyata yang namanya gula, secara membudaya memang tak begitu disukai di sini. Dan aku berpikir hal yang sama juga terjadi di negeri si bule itu, tak begitu doyan gula.
Aceh sangat terkenal dengan kegemaran penduduknya meminum kopi. Bahkan di sana ada kedai yang khusus menjual kopi dan temannya (sejenis kue-kue kecil), namanya warung kopi. Sungguh tak sulit sama sekali menemukan warung kopi di seluruh pelosok Aceh. Orang Aceh, mulai anak muda sampai kakek-kakek, hampir semua waktu senggangnya dihabiskan di warung kopi. Sekarang katanya, belajar, diskusi ilmiah, dlsb, juga sering dilakukan di warung kopi. Di perpustakaan? Kurang asoi!
Cara penyajian kopi di Aceh juga unik: kopi diseduh dengan air panas, kemudian dituangkan ke saringan kain yang bentuknya menirus ke bawah, cucurannya ditampung, kemudian dituangkan lagi ke saringan yang sudah dihuni kopi di dalamnya, trus cucurannya ditampung lagi, dan begitulah seterusnya sampai air kopi dirasa sudah cukup kental.
Sampai di situ, masih aman-aman saja. Penduduk bumi mulai dari masyrik sampai magrib semua angkat jempol, kopi yang nikmat-cum-murni. Namun giliran saat kopi dituangkan ke dalam gelas, di sini kejanggalan mulai terjadi, sepertiga isi gelas adalah gula! Manisnya! Di sinilah mungkin bule-bule geleng-gelang kepala. Ini bukan hanya kopi, teh juga demikian nasibnya.
Sedangkan di Taiwan ini, yang namanya minum kopi, ya, kopi. Tak perlu menyinggung-nyinggung gula. Begitu juga teh, ya, teh. Diminum kelat saja tanpa pemanis. Iya, memang, warung teh di sini tetap menyediakan gula, tapi jarang ada orang yang memakainya. Sejarang orang minum kopi pahit di Indonesia.
Dulu di awal aku tiba di Taiwan, aku begitu senang mendapatkan traktiran teh dari teman. Ia membelinya di warung teh dan sudah dikemas dalam gelas plastik tertutup. Setelah menerimanya, aku bergegas menenggaknya. Baru satu teguk, Aih! Pahitnya, ya Tuhan. Kalau di Indonesia teh sepahit ini khusus untuk obat menceret. Tak sampai separuh aku meminumnya, selebihnya aku buang diam-diam.
Tapi sekarang, beda, Bro. Dulu boleh saja aku kaget, sekarang aku justru peminum setia teh pahit tanpa gula ala Taiwan. Parahnya, jika belum minum teh pahit, jangan harap aku bisa belajar dengan sentosa. Bawaannya pengin tidur terus, padahal baru saja masuk lab.
No comments:
Post a Comment