"Bu tegeupai" atau jika diindonesiakan menjadi nasi kepal, adalah nasi yang ditekan dengan genggaman tangan sehingga berbentuk bulat atau lonjong.
Sejak kecil aku sudah sering mendengar istilah bu tegeupai di kampungku, Blangjruen. Tapi terus terang aku belum pernah makan bu teugeupai di sana. Kecuali ubi rebus kepal, itu pernah, ketika dulu aku sering piknik ke sawah -kusebut piknik karena aku tak pernah serius jika menyawah, yang membuat ibuku sering murka dan aku diancam lempar dengan tongkat cacah*.
Bu tegeupai yang hanya aku dengar namanya di Blangjruen semasa kecil itu, ternyata baru di Taiwan ini aku sempat menyantapnya. Lumayan sering juga aku memakannya karena di belakang kampusku ada penjual bu tegeupai yang beraliran vegetarian (makanan non-daging) yang selalu membuka lapaknya di pagi hari sampai menjelang siang.
Cara mereka membuatnya, nasi ditekan sampai pipih seperti lembaran, dibubuhinya segala macam sayur yang telah kita pilih ke atas nasi itu, digulung, dan terakhir dikepal-kepal sampai membentuk bulat panjang. Selesai dikepal kemudian ditaburi wijen di atasnya untuk memperindah tampilan serta menambah gurih rasa.
Ukuran bu tegeupai ini lumayan besar. Dengan diameter segenggam dan panjangnya kira-kira sejengkal orang dewasa, lumayan cukup untuk mengganjal perut dari pagi sampai siang hari, atau malah sampai malam jika mau mengirit pengeluaran.
__________
Notabene:
*Tongkat cacah adalah dua buah tongkat untuk pegangan ketika kaki digunakan untuk mencacah-cacah sawah agar sisa-sisa rumput terbenam ke dalam lumpur.
No comments:
Post a Comment