Kerap kali kekecewaan itu datang menghampiri kita melalui jalan yang cukup lapang, tak beronak. Begitu mudah ia datang, mencabik-cabik kegembiraan yang ada.
Kamar saya baru saja saya semprot dengan antinyamuk yang saya beli tiga hari lalu, 77 NTD harganya. Dari baunya yang menyengat, jangankan nyamuk, serasa saya pun pusing dibuatnya.
Untuk menghindari dari menghirup racun nyamuk itu, butuh waktu paling tidak lima menit menunggu di luar sampai akhirnya saya bisa masuk kamar lagi.
Pintu kamar saya buka, bau obat antinyamuk sudahlah bisa saya anggap hilang. Saya masuk, mendekati meja belajar, menarik kursi, duduk, dan akhirnya menjamah laptop.
Syahdan, belum sampai lima menit saya mencecahkan jemari di atas papan penjarian laptop, sebuah “helikopter” mini terbang bermanuver tepat di depan hidung saya, kemudian ia berputar-putar mengitari lampu belajar, di depan mata saya.
"Nyamuk kurang ajar ! Ini penghinaan terbesar malam ini !" dalam hati saya misuh-misuh di kamar.
Dua telapak tangan bergegas bersiap untuk saya melakukan tepuk nyamuk. Saya berdiri, sedikit merunduk, mencari posisi pas agar nyamuk itu berada betul di antara dua telapak tangan saya.
Nyamuk ini begitu lincah, terbang kesana kemari, berputar-putar dengan ritme yang cukup cepat. Saya juga tak kalah lincah. Dua telapak tangan siap tepuk saya bawa ke mana pun nyamuk itu menuju.
Posisi yang pas saya dapatkan. Nyamuk itu hampir tiga detik berada di antara kedua telapak tangan saya yang siap menepuk itu. Plaaak ! Tepukan pertama membahana. Saya membuka dua telapak tangan yang mengatup. Ternyata tidak kena, ia lolos.
"Bedebah!" saya mengumpatnya dalam hati. Saya mengangkat wajah, melihat ke depan. Nyamuk itu masih saja terbang mengitari lampu belajar, seolah tanpa dosa. Saya berang, agresi pertama saya gagal. Memalukan!
Saya mulai tidak terkontrol, angkara murka benar-benar telah menguasai jiwa saya malam ini. Kalau tadi saya bersiasat untuk mencari posisi pas dari nyamuk itu sebelum menepuk, sekarang tepukan saya berikan saja bertubi-tubi tak kenal henti dan tak menggubris akan akurasi.
Suara tepukan bertalu-talu, menggelegar, menggetarkan udara sampai ke langit-langit kamar. Tiga kali tepukan yang sempat saya hitung. Akhirnya saya pasrah, menginsafi bahwa nyamuk itu berhasil lolos. Selamat. Bebas pergi menjauh, meninggalkan saya di kamar ini yang digerogoti kemurkaan.
Saya melangkah mendekat ke sudut kamar, ke lokasi di mana botol antinyamuk semprot itu berada, mengambilnya, menatapnya lamat-lamat, berseru, “Antinyamuk bedebah !”
10 Mei 2017, Taiwan.
No comments:
Post a Comment