Tadi pagi saya keluar kos berencana mau beli nasi Gudeg khas Jogja untuk sarapan pagiku dengan mengendarai sepeda motor butut kesayangan. Di tengah dinginnya pagi saya melihat seorang nenek yang sedang menyeruput secangkir minuman di pinggir jalan Sardjito, tidak jauh dari tempatku tinggal. Bajunya compang-camping dan kotor sebagaimana modenya orang sakit jiwa. Nenek itu memang sakit jiwa.
(Orang sakit jiwa. Sumber: http://gambargambar.com)
Melaju dengan sepeda motor, hawa dingin sangat terasa meresapi ke tubuhku yang tanpa dibungkus jaket. Saya biasanya memang tidak memakai jaket kecuali kalau cuaca panas. Jaket hanya untuk melindungi kulitku dari sengatan matahari. Usiaku masih terlalu muda untuk menyatakan tidak tahan dingin. Tetapi kenyataannya memang sangat dingin sehingga memaksa aku menurunkan kecepatan motorku.
Saya membayangkan nenek yang sakit jiwa tadi. Bagaimana dia sanggup menahan dinginnya malam Kota Yogyakarta. Padahal umurnya sudah sangat tua renta. Memang sih saya pernah dengar, katanya kalau orang sudah sakit jiwa maka fisiknya akan kuat dan tahan terhadap penyakit lain. Aku belum percaya karena yang ngomong itu belum pernah merasakan sakit jiwa.
Secara naluri kemanusiaan saya yakin sebenarnya mereka menjerit untuk minta disembuhkan. Mereka sangat sakit karena jiwa mereka tidak mampu mengendalikan mereka lagi. Dikucilkan dari saudara dan teman. Bicaranya tidak akan didengar lagi sekalipun pada saat siuman dari sakitnya. Kaki lima dan kolong jembatan menjadi tempat menghabiskan sisa hidupnya. Miris, karena mereka belum pensiun dari statusnya sebagai manusia sekalipun jiwanya sakit.
Mereka lebih terlantar daripada orang terlantar yang pernah disebutkan dalam uud 45. Saya dulu sangat hafal pasal itu sampai ke nomor-nomornya. Tetapi karena tidak dilaksanakan akhirnya pasal itupun terlupakan sekalipun oleh orang yang membutuhkan.
Mereka terlantar secara fisik dan kejiwaan. Lalu kenapa mereka tidak ada yang menghiraukan. Dimana negara yang katanya menjalankan uud 45. Kemana mereka?. Mohon maaf Nek. Ternyata negara kita juga sedang mengalami penyakit yang serupa denganmu. Malah lebih parah sehingga lebih cocok dikatan "gila". Gila dalam arti sesungguhnya.
Kalau kamu gila karena jiwamu tidak sanggup mengendalikanmu maka negara ini gila karena hawa nafsu orang-orang besar di negara ini telah mengendalikan mereka. Kalau kamu hanya gila di dunia maka mereka gila di dunia dan akhirat.
Setiap cangkir minuman yang kamu minum tadi ada uang yang masuk ke negara berupa pajak. Kamu membayar pajak Mbah karena jiwa pembesar negara ini lebih sakit dari jiwamu.
Inilah Indonesia. Huft..
Membiarkan orang sakit jiwa tanpa diobati adalah sebagai sinyal bahwa negara kita masih sakit. Sekali lagi karena mereka belum pensiun sebagai manusia dan warga negara Indonesia. Mereka berhak diobati dan diperlakukan sebagaimana layaknya manusia.
No comments:
Post a Comment