Hampir lupa kuceritakan, kejadiannya di bandara Kuala Namu Medan beberapa hari yang lalu saat aku balik ke Taiwan dengan terlebih dulu harus transit di bandara KLIA2 Kuala Lumpur.
Dua orang perempuan berparas cantik dengan rias wajah mewah menghampiriku yang sedang berjalan ke arahnya. Dia bertanya apakah aku ke Jakarta? Kalau iya, dia mau minta tolong menitipkan bagasinya yang berlebihan untuk menghindari biaya tambahan.
Dia minta tolong ke aku karena dia lihat bahwa barangku hanya satu tas ransel dan tas laptop. Barang itu pasti aku masukkan besertaku ke kabin. Sehingga jatah bagasiku tak terpakai, pikir si Perempuan itu.
"Bang, mau ke Jakarta, ya?" tanyanya dengan senyuman penuh pesona. Belum saja aku menjawab, dia langsung menyambarnya, "Saya mau minta tolong nitip bagasi, boleh?" tanyanya lagi dengan menatap ke atas jinjinganku yang hanya dua tas kecil itu.
Aku menatapnya. Belum menjawab. Pikiranku berputar beberapa detik mengingat-ingat nasehat yang pernah kuberikan kepada teman-teman yang pernah kuajari naik pesawat pertama kali. Aku selalu bilang, jangan sekali-kali menerima titipan di bandara, sebentuk apapun dan sekecil apapun itu. Kita tak tahu siapa yang menitip itu dan apa yang ada didalamnya.
Memang, bisa saja dia menitipnya karena benar-benar minta tolong agar biaya bagasinya berkurang atau untuk meringankan bebannya saat berjalan. Tidak bermaksud mencari peluang keteledoran petugas dengan menyeludup barang terlarang dengan menggunakan tangan kita. Jika lolos, mereka berpesta, tapi jika ketahuan maka kitalah yang akan menanggung akibatnya.
Namun, karena adanya orang-orang jahil yang sering memanfaatkan wajah-wajah lugu kampungan seperti saya ini di bandara, laku mulai dengan menerima titipan barang di bandara adalah tindakan yang jangan sekali-kali dilakukan. Terlarang!
Kita harus pukul rata bahwa menerima titipan dari orang yang tak dikenal di bandara adalah tindakan bunuh diri. Lho, kenapa bunuh diri? Dek, jika di dalam titipan itu isinya adalah narkoba, kamu bisa dihukum mati. Ingat itu!
"Boleh ga, Bang?" tanya perempuan itu memecah lamunan singkatku. Aku tersadar. Segera mencari alasan. Dan kebetulan alasanku pas dan tak perlu menipu, karena aku akan ke Kuala Lumpur. Bukan ke Jakarta. " Saya mau ke Kuala Lumpur, Kak," jawabku, "bukan ke Jakarta."
"O, saya pikir mau ke Jakarta. Maaf"
"Bukan, Kak"
Aku pun pergi meninggalkannya dan tak melihat lagi ke belakang. Sambil berjalan aku bergumam sendiri, "Walaupun aku ke Jakarta aku tetap tidak mau menerima titipan itu, Kak. Bukan aku menuduhmu yang bukan-bukan. Rupamu cantik. Raut wajahmu sejuk. Sama sekali tak memancarkan aura jahat. Tapi aku takut. Karena acap kali aku salah menilai orang dari wajah dan senyumannya. Maka aku menolak titipan dari siapa saja yang belum aku kenal untuk keamananku sendiri. Termasuk titipanmu itu. Aku akan menolaknya. Maaf."
No comments:
Post a Comment