Thursday, August 25, 2016

Berasa di Sungai Alue Masyiek

Berpuluh tahun sudah, baru kali ini aku mengalami bagaimana rasanya buang air besar di sungai lagi. Setelah waktu kecil dulu pernah melakukannya di sungai Alue Masyik pada musim turun ke sawah.

Sungai Alue Masyiek adalah alur yang membentang di Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara, dan juga sekaligus sebagai batas alami beberapa desa yang dilewatinya sampai ke laut sana. Di hilir, ia bergabung dengan Sungai Keureutoe yang lebih besar yang tumpahan airnya kerap menenggelamkan kota Lhoksukon, ibukota Aceh Utara.

Dulu, saat Alue Masyiek masih alami, di musim kemarau airnya mengalir pelan dengan kedalaman hanya mampu menenggelamkan mata kaki. Di beberapa tempat, tanah dasarnya keras sehingga bisa digunakan untuk berjalan mengarungi air sejuknya yang bersih. Orang bisa turun ke dalam untuk membersihkan tubuh dan pakaian dari lumpur sawah sebelum beranjak pulang. Tak jarang, airnya juga kerap kami minum tanpa takut diserang mencret.

Sekarang, sifat Alue Masyiek berubah total. Tanah dasarnya sudah berlumpur dan airnya juga sudah sangat keruh. Tak terlihat satu pun orang yang memanfaatkan air Alue Masyik untuk mencuci dan mandi seperti dulu lagi. Apalagi meminum airnya, tak kan ada yang sudi lagi.

Dulu Alue Masyik adalah kolam renang alami bagi anak-anak sekitar. Sehingga bukan main sulitnya untuk mendapatkan anak yang tidak bisa berenang di kawasan ini, kecuali aku yang memang anak mama yang jarang menjauh dari ketiak ibunya. Sehingga sampai sekarang tak bisa berenang.

Sekarang siapa yang mau mandi di air keruh kotor yang bikin gatal itu? Tidak ada lagi. Alue Masyiek sudah lama ditinggal oleh penduduk setempat. Sekarang dia tak lebih hanya sekedar tempat dimana barang buangan bersarang. Dan dengan airnya yang keruh berminyak bergerak tersaruk-saruk mengangkut sampah itu sampai ke hilir. Begitulah pekerjaannya sekarang.

***

Namun, kejadian hari ini bukanlah aku buang hajat di sungai benaran, akan tetapi toilet kampusku yang tiba-tiba rusak sehingga airnya keluar tak henti-henti, maka jadilah aku bagai buang hajat di sungai saja.

Memang dalam beberapa hari ini kelihatannya toilet kami sedang ada masalah. Kemarin kloset duduk, entah apa sebabnya ia memuntahkan air dan isinya ke luar, dan mengotori seluruh ruang toilet. Menjijikkan sekali. Hari ini, yang bertingkah adalah toilet jongkok yang berada di sebelahnya. Celakanya, kebetulan ia rusak pas saat aku sedang menggunakannya.

Sama seperti kloset duduk, kloset jongkok di sini air pembilasnya keluar sendiri mengguyur tamunya masuk ke dalam dengan hanya memencet sebuah tuas. Aku tinggal memencet tuas dan air keluar dari segala penjuru di dalam kloset itu dan mengangkut apa yang ada di dalam.

Setelah menekan tuas pembilas itu biasanya tak lama air akan berhenti dengan sendirinya. Tapi hari ini, setelah kuusik air itu tak berhenti lagi. Air mengucur sangat deras. Air Alue Masyik tempo dulu masih kurang deras jika kubandingkan dengan air kloset jongkok yang bertuah ini.

Saat itu, aku sebenarnya belum mau keluar karena hajatku belumlah tuntas. Tapi aku takut kejadian kloset duduk akan berulang lagi pada kloset jongkokku hari ini. Maka aku bersegera menyucikan diri dengan tingkahan suara desisan air menggelegak keluar tak terkendali.

Setelah auratku tertutup sempurna, kancing pintu kubuka dan aku loncat ke luar. Bercepat-cepat untuk meminta bantuan agar ada yang sudi kiranya menelepon petugas toilet untuk memperbaikinya. Minimal menghentikan derasnya air yang keluar itu.

No comments:

Post a Comment