Terlihat meja seukuran satu kali setengah meter penuh sesak oleh makanan persembahan yang berupa roti-roti kering. Terlihat juga lidi dupa hanya tinggal pangkalnya saja di jambangannya, selebihnya sudah menjadi abu yang berserakan tak jauh dari pangkalnya.
Di depan meja ada sebuah tungku besi berkaki setinggi dua jengkal setengah dan berdiameter satu setengah jengkal. Lidah api merah menjulur-julur keluar dari tungku memakan setiap kertas uang (zhǐqián) yang dilemparkan ke arahnya.
Kertas uang ini bukanlah uang sebenarnya, tapi hanya sebentuk kertas segiempat seukuran KTP berwarna kuning dan ada tulisan-tulisan dari tinta emas di atasnya. Disebut kertas uang karena dengan dibakar, kertas ini di alam gaib sana dipercaya akan berubah menjadi uang yang dapat digunakan oleh roh leluhur untuk berbelanja apa saja yang mereka butuhkan di alamnya.
Karenanya, bukan hanya kertas uang yang dibakar, teman saya bilang, terkadang orang Taiwan membuat sebuah miniatur rumah dari kertas lengkap dengan tempat tidur, meja makan, dan perkakas lain layaknya sebuah rumah sempurna. Selanjutnya, miniatur ini dibakar. Dipercaya bahwa di alam sana rumah kertas ini akan menjadi rumah benaran yang dapat dihuni oleh roh para leluhur atau roh keluarga yang telah tiada. Oleh karena itu, terkadang juga dibuat miniatur mobil dan kemudian dibakar untuk maksud yang sama.
Juga dari keterangan teman saya yang asli Taiwan itu, seorang kepala tukang jika ingin memulai pekerjaannya di sebuah tempat, maka ia akan melakukan persembahan dengan ritual pembakaran kertas, lidi dupa, dan penyajian makanan-makanan sebelum pekerjaannya dimulai. Hal ini untuk menjamin pekerjaannya agar berjalan dengan damai tanpa gangguan dari suatu apapun, karena bukan hanya mahluk yang masih hidup saja yang dirangkul, tapi juga roh gaib, dengan cara dipenuhi kebutuhannya dengan sebuah upacara persembahan.
***
Jika melihat bagaimana taatnya orang Taiwan dengan ritual kepercayaannya, saya berkesimpulan bahwa orang Taiwan sangat agamais dan spiritualis. Barangkali inilah yang mengakibatkan teman-temanku di lab begitu cepat menerima kehadiranku yang selalu salat di seluk-seluk meja di lab.
Ini karena mereka sudah terbiasa dengan "bai bai" (sembahyang dalam bahasa Taiwan). Bai-bai kita orang Islam yang hanya maksimal empat rakaat dan bisa diselesaikan dalam waktu 10 menit, belum seberapa repotnya jika dibandingkan dengan bai bai mereka yang harus menyiapkan dupa, bakar kertas uang, dan aneka makanan.
Iya, memang, mereka tidak melakukannya setiap hari, berbeda dengan saya yang harus melakukannya lima kali sehari. Mereka hanya berbaibai pada hari-hari dan momen-momen tertentu saja. Tapi yang paling penting di sini adalah, mereka percaya bahwa ada kekuatan lain di luar manusia dan alam ini yang harus dihargai, dihormati, dan diagungkan. Sebagaimana saya seorang Muslim yang mengagungkan Tuhanku, Allah SWT.
Persembahan yang diadakan di depan gedung teknik mesin NKUAS pagi ini. |
No comments:
Post a Comment