Friday, August 5, 2016

Ziarah ke Makam Sultan Malikussaleh, Pendiri Kerajaan Samudra Pase, di Geudong, Aceh Utara

Sebelum bertandang ke Rumah Cut Mutia, kemarin, 10 Juli 2016, saya terlebih dulu berziarah ke makam Sultan Malikussaleh, pendiri kerajaan Samudra Pase, yang ada di Desa Beuringen, Kecamatan Samudra, Geudoeng, Aceh Utara. Raja ini berkuasa sampai ke tempat saya sebelum disatukan ke kerajaan Aceh Darusaalam yang berpusat di Banda Aceh.


Sayangnya, walaupun makam ini tak berapa jauh dengan rumah saya namun baru kali ini saya berkunjung ke makam ini. Semula saya berpikir makam ini terpadu dengan bangunan-bangunan kuno jejak istana kerajaan Pase. Namun ternyata tidak demikian. Tempat ini benar-benar sebagai komplek makam biasa yang mana ada kuburan raja di dalamnya.

Di sekitar makam raja ini, ada banyak kuburan-kuburan tua dengan batu nisan biasa. Terlihat juga kuburan-kubaran yang baru saja dibangun. Ini menandakan kompleks kuburan ini masih aktif untuk tempat penguburan.

Makam Sultan Malikussaleh bersebelahan dengan makam anak pertamanya, Sultan Malikudhahir. Kedua makam ini sudah dipagar dan diberi lantai keramik sehingga untuk masuk ke pekarangannya harus melepaskan alas kaki.

Kuburan Sultan Malikussaleh terlihat lebih panjang dari kuburan anaknya. Dan lagi kuburan Sultan diberi kelambu yang selalu ditutup jika tak ada pengunjung dan dibuka saat pengunjung datang dan ingin membaca Alquran di sisinya.

Di samping komplek makam ini ada sebuah bangunan tak berdinding berlantai keramik tempat istirahat para pengunjung. Bangunan ini juga menyatu dengan kulah kecil dan keran tempat berwudu.

Setalah berwudu di situ saya masuk ke pusara Sultan dan membaca surah Yasin dan kusudahi dengan sedikit berdoa. Berharap Aceh kembali berwibawa sebagaimana Aceh di genggamannya dulu.

Makam ini terlihat diawasi oleh dua orang kuncen, juru kunci, yang siap memberi ceramah kepada setiap pengunjung. Salah satu yang menarik, katanya, buku-buku sejarah yang beredar sekarang yang membahas tentang Samudra Pase semuanya tak sesuai fakta.

Dia juga bilang, membahas kerajaan Pase tapi kenapa jadi Pasai. Menurutnya Pasai ini bukan Pase tapi pasar: pasar ikan, pasar sayur. Kalau dari segi bahasa Aceh memang iya pasai itu berarti pasar. Tapi tak tahu juga, apakah dia serius dengan ceritanya?

Kuncen ini tak hanya melayani pangunjung dengan ceramahnya yang saya kira perlu diklarifikasi ulang, tapi dia juga menyediakan perkakas lain untuk pengunjung seperti air penawar yang akan digunakan oleh pengujung sebagai air bertuah dari makam Sultan.

Kemarin terlihat ada satu keluarga yang sengaja membawa bayinya yang sedang sakit untuk didoakan di makam Sultan. Air pun diambil untuk digunakan sebagai penawar penyakitnya.
Bapak sedang mengambil air penawar dari makam Sultan

Pengunjung sedang membaca Alquran di sisi makam Sultan

Penampakan makam Sultan dari dekat

Tempat istirahat untuk pengunjung

Kulah tempat berwudu

Penampakan makam Sultan dari luar pagar

Papan nama di pintu masuk makam
Ditulis pada tanggal 11 Juli 2016

No comments:

Post a Comment