Monday, September 26, 2016

Olahraga dan Vagina. Respons Otak Terhadap Bunyi Kata

Syahdan, di lab tempat aku belajar sekarang, di kampus NKUAS, Kaohsiung, Taiwan Selatan.

"Wah, botolnya besar," aku menyapa teman asli Taiwanku dengan bahasa Mandarin jelekku seraya menyentuh botol air yang ada di meja belajarnya, tersenyum.

Dia sedang duduk di kursinya, membungkuk meraih ujung kaki untuk mematut-matut sepatu olahraganya. Bersiap menuju stadion untuk sedikit memeras keringat di sore hari.

"Aku mau berolahraga," jawabnya dengan bahasa Inggris.

Sudah biasa bahasa Mandarinku yang patah-patah mirip kambing naik batu selalu direspons dengan bahasa Inggris oleh teman labku. Sepertinya mereka tak tega berbahasa Mandarin denganku yang baru tahu kata hanya sepatah-sepatah.

Tapi aku tak peduli, aku selalu berusaha mencampur-campur bahasa Inggrisku dengan bahasa Mandarin. Siapa tahu, lama-lama aku bisa juga berbahasa Mandarin. Lumayan buat oleh-oleh pulang ke Aceh. Sebagaimana aku kuliah di Jogjakarta dulu, oleh-oleh terbesarnya adalah aku bisa berbahasa Jawa.

Jawaban singkat temanku itu tentu maksudnya adalah "aku pakai botol ini untuk mengisi air minum buat berolahraga. Jadi, haruslah besar sikit." Begitu kira-kira maksudnya.

Mendengar kata olahraga aku langsung menimpali , "O, in tong." Aku membuktikan padanya bahwa aku tahu kata olahraga dalam bahasa Mandarin.

Aku penginnya ia mengacungkan jempol kepadaku sambil berseru, "Wah, bahasa Mandarinmu bagus!" Tapi, alih-alih dipuji, ia malah kaget, "Hei, apa kamu bilang! In tong itu artinya vagina, perkakasnya perempuan!"

Aku kaget, tertawa, bilang maaf. "Maksudku itu olahraga, " aku mengklarifikasi.

"O, begitu."

Akhirnya aku diajari bagaimana cara mengucapkan "in tong" yang benar. Huruf "i" pada suku kata "in" diucapkan dengan bunyi antara huruf "u" dan "i". Caranya, ucapkan huruf "i" dengan bentuk mulut seperti saat mengucapkan huruf "u", bibir membulat dan menjorok ke depan. Sedang suku kata "tong" diucapkan seperti biasa saja.

Setelah aku selisik lebih dalam untuk kedua kata ini -vagina dan olahraga- dalam bahasa Mandarin, ternyata jauh juga beda pengucapannya. Tapi salah ucap sedikit, pendengar akan salah menyimpulkan apa yang kita ucap.

Olahraga dalam bahasa Mandarin ditulis dengan karakter 運動, dengan huruf latin ditulis dengan "yùndòng", kita membacanya dengan "in tong" dengan cara menyentak suara pada kedua suku kata itu. Ingat, cara mengucapkan "in"-nya yang telah kujelaskan barusan.

Sedangkan vagina ditulis dengan karakter 陰道 (yīndào). Kita membacanya "in tao." "In tao" di sini dibaca apa adanya dengan nada agak tinggi datar pada "in" dan disentak pada suku kata "tao" seperti sedang marah.

Lihat, padahal aku tadi mengucapkan "in tong", bukan "in tao". Tapi pendengar secara sepintas akan mendeteksi bahwa aku mengucapkan "in tao", yang berarti vagina. Hal semacam ini biasa terjadi dalam dunia linguistik.

Setiap kita mendengar sebuah kata, sistem saraf secepat kilat akan mengirim sinyal ke otak untuk mencari sosok kosakata yang ada di dalam memori kita, yang pas atau mendekati bunyi kata yang telah kita dengar.

Untuk kasus temanku tadi, ucapanku, in tong, terdeteksi sebagai "in tao", bukan "in tong". Hal ini karena, aku menduga, kata "in tong" seperti yang kuucapkan tadi, tidak ada dalam kosakata Mandarin. Sehingga sistem saraf di otak temanku langsung memilih kata "in tao" yang telah duluan ada dalam memori kosakatanya, yang bunyinya dekat dengan apa yang kuucapkan. Dan dengannya, ia langsung kaget. Kok, tiba-tiba, tak ada angin tak ada hujan aku mengucapkan kata yang tidak senonoh itu.

Kasus semacam ini juga sering terjadi pada orang-orang tua di kampungku, yang kosakata bahasa Indonesianya sangat minim. Misalnya, seseorang tidak pernah mendengar kata transmigrasi sebelumnya. Kalau kata irigasi, sering. Lantas, tiba-tiba ada orang asing mengucapkan kata transmigrasi di depannya secara sepintas tanpa penekanan. Dalam kasus ini, kemungkinan orang tersebut akan berpikir bahwa orang asing itu telah mengucapkan kata irigasi, bukan transmigrasi. Karena kata yang bunyinya dekat dengan kata transmigrasi yang ada di memorinya cuma irigasi.

Karenanya, jika kita nonton televisi dengan orang tua di desa, sering ada pertanyaan sejenis ini: apa tadi dibilangnya? Terasi? Polisi? ataukah majusi? Bukan, Nek. Mereka bilang re-la-si! Ini terjadi karena dalam memorinya belum ada kata relasi, sehingga secara sepintas ia tidak bisa menyimpulkan bahwa yang didengarnya barusan adalah kata relasi, bukan terasi, polisi, dan bukan pula majusi.
__________
Notabene:
Ungkapan "seperti kambing naik batu" di Aceh digunakan untuk kata sifat bagi cara membaca dan bicara seseorang yang tersendat-sendat atau tak lancar.

No comments:

Post a Comment