Sunday, September 18, 2016

Taifun Itu Ternyata Uang. Cerita Tentang Taifun di Taiwan

Boleh saja orang lain bilang -termasuk aku- bahwa taifun itu adalah bencana yang menakutkan. Angin berhembus kencang memekik, mematahkan pohon-pohon yang berani melintangi jalannya. Tetapi tidak demikian bagi teman-teman Vietnam. Bagi mereka taifun adalah pekerjaan. Dan pada gilirannya, uang.

Taifun yang terjadi pada hari Rabu lalu, 14 September 2016, benar-benar telah meluluhlantakkan taman-taman di kampus NKUAS, kampusku. Karenanya, pihak kampus dengan terpaksa harus menyewa petugas kebersihan tambahan untuk membersihkan kampus dari bangkai pohon-pohon dan daun-daun yang berserakan.

Beruntung bagi teman Vietnam yang sejatinya mereka memang berkuliah sambil juga bekerja di kampus, tenaga mereka langsung ditarik untuk tenaga kebersihan tambahan. Proyek tambahan pasca taifun. Lumayan, mereka digaji 120 NTD per jam (sekitar 48 ribu rupiah). Salah satu temanku di lab kebagian kerja sebanyak empat jam, totalnya 480 NTD sebagai rahmat Tuhan melalui taifun mengalir ke sakunya. Ia menyengir senang, sekalipun uang itu belum dicairkan sampai hari ini.

Jadi, wajar saja jika pada suatu pagi, dua hari setelah taifun, ketika aku melintasi area tempat mereka membersihkan taman dan aku bilang kepada mereka betapa dahsyatnya taifun ini, mereka malah balas bilang kepadaku, “sering-seringlah taifun,” kemudian mereka tertawa girang.

Tentu aku tak perlu waktu lama untuk menangkap maksudnya, dan bilang, “Ya, pasti lah. Kan, kamu dapat banyak uang dari pekerjaan ini.” Aku pun tertawa.

Kalau dipikir-pikir iya juga, di Taiwan ini yang layak jadi korban taifun sebenarnya adalah tumbuh-tumbuhan di taman, karena mereka tentu tak mungkin dievakuasi. Kalau manusia, seandainya mereka mematuhi saran pemerintah untuk tidak keluar gedung pada saat taifun sedang gila-gilanya, maka korban manusia tidak akan terjadi.

Di sini, di Taiwan ini, dua hari sebelum taifun datang, pemerintah melalui Biro Pusat Cuaca-nya sudah mewanti-wanti masyarakat untuk bersiap mengamankan diri dari terjangan taifun. Informasi tentang taifun mulai dari kapan datangnya, berapa kekuatannya, daerah mana saja yang akan dilaluinya, secara lengkap diberitahukan kepada masyarakat. Tetapi sayangnya, masih ada saja korban sebab ketiban bagian bangunan yang copot karena berada di luar gedung. Kan, ini, yang kasihan justru pemerintahnya?

Jadi, ungkapan dari temanku itu yang bilang “sering-seringlah taifun” kurasa tidaklah kejam apalagi tak berbelas kasihan. Tentu tidak demikian maksudnya. Ini karena korban manusia bisa ditekan sampai nol seandainya mereka sendiri tidak cari perkara menantang taifun ke luar rumah.
Aku dan gerobak sampah taifun
Teman sedang membersihkan sisa-sisa terakhir dari taifun
Lihat, betapa banyak pohon yang harus hancur karena terjangan taifun. Ini baru di kampus saya yang luasnya tidak seberapa ini.

No comments:

Post a Comment