Monday, October 5, 2015

Untuk Sekotak Nasi Halal Di Warung Vegetarian, Taiwan

Salah satu teman di facebook bilang, kalau mau bebas dari babi, ya jangan ke Taiwan, tapi ke Arab.

Memang ada benarnya juga kata-kata yang diucapkan oleh teman saya itu. Memang sulit untuk mencari makanan yang bebas betul dari kandungan babi di Taiwan.

Boleh saja kita makan ikan di sebuah warung nasi, namun bukan berarti bebas dari kandungan babi. Hal ini karena babi dan ikan biasanya digoreng dengan minyak dan dalam tempat yang sama. Atau malah mereka menggunakan minyak babi ke seluruh masakannya sebagai penyedap.

Namun, ada warung alternatif lain, yang menurut saya, menyediakan makanan yang bebas dari kandungan babi, dan malah dari kandungan daging apapun. Dia adalah warung vegetarian, sebuah warung makan yang menyediakan makanan yang sama sekali bebas dari unsur hewani.

Sebenarnya warung vegetarian itu adalah warung untuk kaum Budha yang tidak memakan daging. Makanya banyak para biksu dan biksuni yang makan di warung tersebut. Namun, karena alasan baik untuk kesehatan, maka banyak juga orang lain ikut menjadi vegetarian, tidak mau makan daging.

Sementara saya, menggemari makanan di warung vegetarian adalah untuk menghindari makanan yang mengandung unsur babi. Tempat makan sama, tapi tujuan saya berbeda. Yang lain karena faktor keyakinan dan kesehatan, sementara saya untuk mencari alternatif makanan halal.

Kampus saya, NKUAS Kaohsiung, setidaknya dilingkari oleh lima warung vegetarian. Rasanya mulai dari enak sekali sampai tidak ada rasa sama sekali (tawar). Namun kadang-kadang, ketika mulut sudah mulai bosan makan di satu warung yang lumayan enak itu, maka warung yang tawar pun menjadi sasaran selanjutnya. 

Kebosanan memang bisa mengubah rasa, rasa yang awal enak menjadi tidak menyenangkan sama sekali apabila dimakan setiap hari. Maka, kelima warung vegetarian itu rata-rata saya datangi secara bergilir.

Di antara lima warung vegetarian itu, ada tiga warung yang lumayan laris. Pelanggannya lumayan banyak, apalagi pada puncak-puncak jam makan: Pukul 6.30 sore dan pukul 12.00 siang. Pada kedua waktu itu, antrian panjang selalu menghiasi di tiga warung tersebut.

Mungkin itu karena warung makan vegetarian di Taiwan hanya buka pada jam-jam makan saja: mulai pukul 10 sampai jam 14 untuk makan siang dan pukul 17 sampai 19 untuk makan malam. Di luar rentang waktu itu, warung ditutup.

Makanya, selama di Taiwan saya selalu makan tepat waktu, karena kalau tidak demikian, berarti saya harus makan di warung makan yang berbabi.

Tak jarang, antrian di warung vegetarian tersebut mengular sampai ke luar warung. Namun tak mengapa, di Taiwan itu antrean memanjang adalah hal yang biasa. Tidak perlu sungkan dan malas, karena semua orang juga melakukannya dengan sabar.

Jika Anda mendengar istilah vegetarian, jangan kuatir tidak bisa makan karena tak berlauk. Walaupun tanpa kandungan daging apapun, warung vegetarian ini menyediakan lauk yang terbuat dari tepung, yang diolah sedemikian rupa sehingga sangat menyerupai daging. Ada yang digoreng dan ada pula yang dimasak kari dan masak kecap. Pokoknya, seperti daging benaran saja.

Saya saja ketika baru tiba di Taiwan dulu, saya hampir tidak berani makan karena takut jangan-jangan itu daging babi. Namun, ketika saya tanya ke pemilik warung, ternyata itu daging bohong-bohongan. Semua itu dibuat dari tepung yang diolah sedemikian rupa. Kenyal dan rasanya hampir tak dapat kubedakan dengan daging asli.
Antrean panjang di salah satu warung vegetarian sekitar NKUAS pada puncak jam makan malam

No comments:

Post a Comment