Segera setelah pulang dari klinik langganan saya kemarin, hape saya berdering. Ternyata yang menelepon adalah dokter di klinik yang barusan saya kunjungi. Dia bilang bahwa saya harus memeriksa lagi kesehatan saya minggu depan dan dia minta kejelasan waktu kapan saya akan berkunjung lagi.
Saya bilang kapan saja bisa, asal jangan hari Jum’at. Dia menawarkan hari Senin ini dan saya menyanggupinya untuk berkunjung ke kliniknya lagi pada pukul 3 sore.
Kejadian ini tidak pernah berlaku sebelumnya. Padahal saya terbilang sering berkunjung ke klinik dia jika mulai tidak enak badan. Saya memang sangat menghindari jatuh sakit selama di Taiwan ini. Sehingga jika badan saya memberi sinyal yang kurang baik, seperti nyeri sendi, badan terasa pegal-pegal, saya biasanya langsung ke dokter untuk mencegahnya. Karena itu adalah gejala yang biasa timbul ketika saya menjelang demam.
Dalam beberapa hari ini memang kelihatannya saya mau jatuh sakit, gejalanya sudah mulai kelihatan dari dua hari yang lalu. Dan kemarin saya putuskan untuk ke dokter. Apalagi ada seorang teman yang sudah ambruk dalam beberapa hari ini. Saya yang kenyi jika sedang berada di perantauan tentu menjadi cemas.
Selama tinggal di Taiwan, bagi saya, awal musim dingin adalah masa-masa yang paling rentan untuk kesehatan. Biasanya saya akan mengalami demam ketika awal musim dingin tiba. Di mana cuaca panas berangsur berubah menjadi dingin.
Dulu, saat musim dingin pertama saya di Taiwan, saya pernah jatuh sakit. Ini adalah pengalaman terburuk yang pernah aku alami selama di Taiwan. Saya diserang demam tinggi dan muntah-muntah. Benar-benar menyiksa. Saya tidak bisa makan apa-apa waktu itu. Mencium bau makanan saja langsung mual, apalagi memakannya.
Selama seminggu dalam tahap pemulihan itu, setiap hari saya pergi ke Masjid Kaohsiung, di sana ada Mbak Sari dan Aling yang membantu saya memasak sayur bening selama saya sakit. Karena hanya itu yang mampu saya makan kala itu. Benar-benar menyedihkan. Namun, berada di masjid telah mampu memberi suasana seolah saya sedang berada di kampung. Lumayan menghibur ketika hampir putus asa karena demam berat di perantauan.
Berangkat dari pengalaman itu, sekarang setiap ada gejala-gejala sakit yang kurasakan, saya langsung ke klinik. Dan biasanya saya bilang ke dokter, bahwa saya merasakan akan demam dengan menyebutkan sederet gejala yang saya alami. Biasanya saya diberi obat untuk membendung agar saya tidak jadi sakit.
Tetapi, apa yang terjadi kemarin sungguh di luar kebiasaan. Setelah saya berkonsultasi dengan dokter itu, dia memberitahukan saya bahwa sekarang sedang maraknya demam berdarah. Jadi setiap pasien yang datang dengan gejala otot nyeri dan merasa lemas, pasti akan dipantau secara saksama.
Bahkan dia kemarin ingin mengambil sampel darah saya untuk menguji kadar sel darah merah. Karena saya bilang takut disuntik, akhirnya dia tidak jadi mengambilnya. Namun dia menyarankan agar saya memperhatikan gejala-gejala demam berdarah yang mungkin muncul, seperti ruam di kulit dan demam tinggi. Jika itu terjadi, saya disarankan untuk balik ke klinik lagi dan darah saya harus diambil untuk pengecekan, tanpa peduli saya takut jarum suntik atau tidak.
Sampai saat itu, dia tidak mewajibkan saya untuk balik ke klinik lagi jika tanpa gejala yang telah dia sebutkan itu. Namun, setelah dia menelepon saya kemarin, dia memang mengharuskan saya untuk mengontrol lagi kesehatan saya hari Senin ini.
Saya menduga, mungkin pada sore kemarin, ada beberapa pasien dia yang terindikasi demam berdarah. Sehingga saya harus dipantau ulang. Apalagi sebelumnya saya juga pernah bilang ke dia kalau kampus dan asrama tempat saya tinggal sudah beberapa kali diasapi. Ini menandakan adanya kasus demam berdarah di lingkungan tempat saya tinggal.
Jadi, saya sekarang adalah salah satu pasien yang sedang dipantau atas kemungkinan demam berdarah. Mudah-mudahan saya baik-baik saya. Dan hanya demam biasa seperti sebelumnya. Walaupun demikian, hari Senin ini saya tetap akan memeriksa ulang sesuai anjuran dokter langganan saya itu.
No comments:
Post a Comment