Anak ini sudah saya kenal sebelumnya ketika dia memermak celananya di sebuah toko tukang jahit di Blangjruen. Mungkin karena dia menghafal wajah saya, dan melihatnya ada di lis saran pertemanan fesbuk, sehingga saya diundang untuk berteman. Saya yakin dia mengenal saya melalui foto profil, bukan dari nama. Karena pasti dia tidak bisa membaca.
Beberapa hari ini saya dibuatnya merasa kasihan karena dia sering memencet tombol suka di beberapa status saya, dan kadang juga mengirim logo emosi sebagai isyarat penyapaan. Setelah itu dia mengirim komentar dengan mengetik huruf-huruf yang tidak beraturan.
Saya tak paham apa yang ada di pikiran dia terhadap tulisan-tulisan yang ada di fesbuk itu. Mungkin dia berpikir bahwa tulisan itu hanya sebagai respons saja, bukan sebagai komunikasi. Tak lebih seperti kita senyum kepadanya, maka dia membalas dengan senyuman pula. Begitu juga jika kita ketik sesuatu kepadanya, maka dia juga mengetik sesuatu walaupun tak bermakna, karena itu hanya sebagai respons saja, bukan komunikasi.
Anak-anak tuna rungu atau bisu, hidup mereka sebenarnya sama seperti kita, cuma mereka tidak dianugerahi indra pendengaran sejak lahir. Sehingga mereka tidak tahu bahwa dunia ini memiliki suara. Hidupnya sepi, bahkan suara dia sendiri tidak dapat didengarnya kecuali hanya getarannya saja.
Tidak adanya pendengaran yang dialaminya sejak lahir mengakibatkan dia tidak mengenal bahasa. Suara ibu dan ayahnya yang merupakan guru pertama bahasanya tidak bisa didengarnya. Karena tidak mengenal bahasa, maka dia tidak dapat berbicara, menjadi bisu.
Inilah kehidupan mereka anak-anak tuna rungu. Komunikasi hanya bisa dilakukan dengan indra penglihatan, dengan cara membaca isyarat bahasa tubuh dan gerak bibir lawan bicaranya.
Namun, sebenarnya sekarang sudah ada angin segar bagi mereka. Saya pernah membaca sebuah berita di www.tribunnews.com, katanya 99% anak tuna rungu dengan tingkat gangguan pendengaran yang paling parah sekalipun masih memiliki sedikit sisa pendengaran. Hanya 1% yang benar-benar tuli.
Oleh karena itu, sekarang yang menjadi tantangan bagi kita adalah bagaimana caranya memanfaatkan sisa pendengaran itu, agar anak tuna rungu bisa mendengar suara sama seperti anak normal lainnya. Sehingga mereka bisa mulai belajar berbicara mulai sekarang.
Sisa pendengarannya yang masih ada itu bisa dirangsang dengan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). Sehingga dia akan mendengar suara bicara dari orang-orang di sekelilingnya, selanjutnya meniru suara itu, lama-lama dia akan tahu maksudnya, dan akhirnya dia bisa berbicara.
Di akhir tulisan ini saya cantumkan sebuah video yang menampilkan pemandangan seorang wanita cantik bisu atau tuna rungu ketika pertama kali mendengar suara setelah dipasang alat bantu dengar.
Mungkin bagi Anda yang sensitif akan menangis haru melihat bagaimana dia sangat riang ketika bisa mendengar suara kerabat yang kala itu menemaninya ke dokter. Dia masih menggunakan bahasa isyarat untuk merespons suara dokter dan ayahnya, karena tentu dia belum paham bahasa yang baru ia dengar pertama kali itu.
No comments:
Post a Comment