Di sebuah supermarket di Lhokseumawe. Aku dan istriku, yang di gendongannya adalah si Nusayba, anak pertamaku, yang masih tertidur pulas dari ayunan laju sepeda motor Blangjruen-Lhokseumawe, ingin mencari parfum hari ini, Kamis 26 Januari 2017.
Saat sebuah tragedi terjadi, kami sedang di rak parfum, sedang mencoba wewangian satu persatu. Tentunya memilih minyak wangi yang murah dengan harga empat puluh ribu rupiah ke bawah. Harga rendah itu adalah kunci.
Istriku yang mengambilnya di rak, membuka tutupnya, kemudian diperciumkannya lubang penyemprot botol parfum kepadaku.
Minyak wangi pertama, saya tolak. Baunya aneh. Kayak bau kencing kucing. Pesing menyengat.
Minyak wangi kedua, sama. Juga saya tolak. Baunya masih serupa.
Tak menyerah sampai di situ, istriku kemudian mengambil minyak wangi yang ketiga. Diperciumkannya lagi kepadaku. Aku juga menciumnya lagi. Hasilnya sama. Baunya tak berubah. Kencing kucing.
Namun, kali ini aku mulai curiga. Ada yang tak beres. Karenanya aku menyambar tangan istriku dan menciumnya. Ternyata tangannyalah yang bau pesing, bukan parfum!
"Halah! Ternyata yang bau kencing kucing itu tanganmu. Bukan parfum!" sergah saya, "kamu baru pegang apa tadi?"
"Oh, barusan aku pakai gombal basah untuk mengelap helm. Mungkin bau gombal itu," jawabnya setelah ikut mencium tangannya yang bau pesing itu, tertawa.
__________
Hasyiah:
Gombal adalah kain tua yang sudah sobek-sobek, biasanya dipakai untuk mengelap apasaja yang kotor.
Tragedi terjadi ketika realita tidak berlaku sebagaimana mestinya.
No comments:
Post a Comment