Thursday, August 4, 2016

Makmeugang, Budaya Potong Sapi Menjelang Hari-hari Penting di Aceh

Salah satu keunikan Aceh yang patut dikau ketahui adalah adanya hari makmeugang (diftong "eu" diucapkan seperti dalam kata euleuh-euleuh). Makmeugang adalah hari dimana orang Aceh membeli daging lembu atau kerbau untuk dimasak saat satu hari sebelum puasa Ramadan, idul fitri, dan idul adha. Memang makmeugang ini ada dalam rangka menyambut tiga hari penting itu.

Tiga hari dalam setahun ini masyarakat Aceh serasa berdosa jika tak membeli dan memasak daging. Maka tak jarang, konon katanya, pencurian juga meningkat menjelang hari makmeugang. Karena kebutuhan akan daging pada hari itu serasa tak bisa ditawar-tawar.

Tidak sanggup membeli daging pada hari makmeugang adalah sebuah aib yang tercipta dari budaya yang sulit ditelisik siapa yang memulainya dan kapan. Bahkan kata makmeugang sendiri tak kuketahui dari mana asalnya.

Lebih-lebih lagi harga daging makmeugang di Aceh pasti berlipat lebih tinggi daripada harga yang telah diumumkan oleh pemerintah. Silakan pemerintah mengumumkan harga 80 ribu/kg. Tapi daging makmeugang benar-benar tak tersentuh pengumuman itu. Mau tau harganya? 150 ribu/kg. Gila, kan? Tapi katanya memang daging makmeugang adalah dari lembu-lembu lokal pilihan.

Yang lebih keren lagi, adanya budaya tambahan yang menyertai makmeugang itu. Untuk penganti baru, makmeugang pertama yang didapatinya setelah pernikahan, sang suami harus membeli daging berkilo-kilo untuk diserahkan ke keluarga istri, mereka memasaknya, kemudian dihantarkan ke rumah keluarga suami oleh beberapa keluarga dekat istri. Sampai di sana keluarga suami juga menyambutnya dengan jamuan hidangan daging makmeugang juga. Adat ini tak ubahnya sebagai tukar-menukar masakan daging makmeugang antara dua keluarga yang baru terjalin dengan pernikahan.

Untuk Acara semacam ini saja bisa menghabiskan dana minimal sekitar 1 juta rupiah. Maka, jika ingin menikah, sebaiknya jangan dekat-dekat dengan hari makmeugang, agar tak dihantam pengeluaran yang bertubi-tubi. Hehehe, buka kartu!

***

Semenjak mendiang Pak Suharto melengserkan diri, masyarakat yang dulunya tak berani menyelisihi kalender yang telah diterbitkan pemerintah, mulai terang-terangan menyelesihinya. Sehingga awal Ramadan, idul fitri, dan idul adha mulai semrawut tak seragam lagi di masyarakat. Dan juga adanya keragu-raguan akan hasil sidang isbat akan berbeda dengan kalender yang telah dikeluarkan.

Akibatnya, hari makmeugang menjadi melebar. Kalau dulu hanya satu hari sebelum Ramadan, idul fitri, dan idul adha, tapi sekarang dua hari sebelumnya sudah dimulai makmegang. Untuk kasus lebaran ini, besok dan lusa (4-5/7) adalah hari makmeugang. Penjual-penjual daging sudah bertebaran di pasar-pasar.

Hal ini dilakukan untuk menghindari luputnya hari makmeugang seandainya lebaran lebih cepat satu hari dari tanggal yang telah ditetapkan di kalender. Ini membuktikan betapa pentingnya makmeugang bagi masyarakat Aceh. Tak kan kami biarkan dia luput.
Penjual daging makmeugang di pasar Blangjruen, Aceh Utara, saat menyambut puasa sebulan lalu.
Ditulis pada tanggal 4 Juli 2016

No comments:

Post a Comment