Friday, August 5, 2016

Pukul 10 Pagi Hari Makmeugang di Aceh

Di Blangjruen, Aceh Utara, bagi penjual daging makmeugang hari ini bukanlah hari bertabur untung. Jam 10 pagi, banyak daging masih setengah utuh digantungannya.

Alhasil, bisa ditebak, rugi pasti menghampiri. Setelah jam 10 pagi secara adat harga daging melorot ke titik nadir. 100 ribu per kilogram atau malah 90 ribu perkilogram. Untuk standar daging makmeugang, ini adalah harga daging terendah. Dan penjualnya rugi.

Setelah jam 10 pagi penjual harus menbanting harga terendah untuk menarik minat pembeli yang sebenarnya tak berminat membeli daging lagi. Jam segitu rata-rata orang sudah membeli daging.

Hal ini karena waktu puncak pembelian daging makmeugang berlangsung dari habis shubuh sampai jam 7 pagi. Di luar rentang itu penjual daging sudah mulai deg-degan jika dagingnya belum banyak laku.

Lah, kok, deg-degan, kan besok bisa dijual lagi? Beda, Mas Bro. Orang Aceh bukan pemakan daging lembu. Orang Aceh pencinta ikan laut yang setia. Kalau bukan hari makmeugang, tak ada orang yang mau membeli daging. Bukan sebab tak punya uang. Budaya kamilah yang tidak dekat-dekat daging lembu. Daging lembu hanya marak dikonsumsi pada hari makmeugang, pesta peekawinan, dan kenduren.

Jadi, bagi penjual daging makmeugang, jika jam 10 pagi dagingnya belum banyak laku. Maka sisa harinya begitu menyedihkan karena disaput rugi. Menjual dengan harga rendah adalah satu-satunya jalan menekan jumlah kerugian. Soal untung, tak perlu diharap lagi. Jauh.
penjual daging makmeugang di Blangjruen sedang dikerubuti pembeli setelah harga dipelorot turun
Ditulis pada tanggal 5 Juli 2016

No comments:

Post a Comment