Saturday, July 5, 2014

Aceh Darurat Diabetes

Tidak berlebihan ketika saya mengatakan demikian. Selama satu bulan liburan di Aceh saya melihat satu persatu orang yang saya kenal tumbang direnggut diabetes. Ada yang sudah meninggal dan ada pula yang masih hidup walaupun tidak produktif lagi.

Terakhir kemarin ketemu seseorang yang sudah sangat saya kenal, dua tahun lalu wajahnya cerah berseri dan enerjik. Kemarin wajahnya kusam bahkan untuk ketawa saja hampir tidak sanggup lagi.

Kadar gula darahnya sempat tidak bisa terbaca lagi oleh skala alat ukur, saking tingginya, begitu katanya.

Aku menarik nafas panjang sambil berpikir ada apa sebenarnya dengan kebiasaan kita sehingga hampir sulit menemukan orang yang bebas dari diabetes di sekitar kita. Saya tinggal di Jogjakarta hampir 8 tahun. Namun tidak menemukan kasus diabetes separah di Aceh. Satu atau dua orang saja. Persentase jelas lebih kecil dibandingkan dengan Aceh.

Saya melihat ada kebiasaan khas orang Aceh. Kebiasaan minum kopi manis, Aceh sangat khas dengan warung kopinya. Menurut pengamatan saya rata-rata penikmat kopi mengkonsumsi kopi manis minimal 5 kali sehari: pagi, sekitar jam 10 pagi, setelah zhuhur, sore, dan malam. Itu normal minimal, jumlah akan bertambah jika ada pertemuan dengan teman karena tempat ngobrol ideal di Aceh adalah warung kopi, ya tentu dengam minum kopi (lagi). Nonton siaran langsung piala dunia juga di temani oleh segelas kopi.

Jika kita asumsi jumlah gula adalah 1/3 gelas (gelas kopi khas Aceh berukuran sedang) dan rata-rata kita minum enam gelas kopi perhari maka jumlah gula yang dikonsumsi per hari adalah 2 gelas.

Itu baru gula murni, belum lagi gula kompleks yang ada dalam nasi, jagung dan makanan lainnya. Asal tahu saja, sebagian besar makanan khas Aceh sepertiga bahannya adalah gula. Hmmmmm..

Bagaimana ? Ah, budaya minum kopi manis kan sudah dari dulu ?. Beda bung..! Dulu kebanyakan orang bekerja keras di sawah dan ladang. Gula yang mereka konsumsi habis terpakai untuk energi sehingga tidak tertimbun di dalam darah.

Sekarang bagaimana ? Ya kita harus mengatur komsumsi gula kita sendiri. Di luar negeri orang sudah mengatur asupan gulanya sendiri-sendiri. Setiap penjual minuman akan menyediakan skala kandungan gula untuk pelanggannya. Makin tinggi maka makin banyak kandungan gulanya dan harganya pun makin mahal. Saya biasanya memilih skala satu, skala terendah.

Mari jaga asupan gula kita. Mudah-mudahan Allah membebaskan kita dari cengkraman Diabetes. Amin.

No comments:

Post a Comment