Istri saya menyebutnya dengan pantai Syiah Kuala. Awalnya saya tidak yakin kebenaran nama pantai itu, karena selama ini saya belum pernah mendengar ada pantai yang bernama Syiah Kuala di Banda Aceh.
Saya baru yakin kebenaran nama pantai ini setelah tiba di sana dan menanyakan pada seorang pedagang bakso bakar di tepi pantai itu. Namanya Kak Ida. Dia kebetulan kakak sepupu istri saya.
"Nama pantai ini apa ya, Kak?," tanya saya sambil menyantap bakso bakar hasil racikannya yang gurih itu.
"Namanya ya pantai Syiah Kuala!" jawabnya sambil tetap mengipas-ngipas arang api pemanggang bakso. Suaranya sedikit keras untuk melawan hiruk pikuk pengunjung pantai itu.
Ternyata benar kata istri saya. Nama pantai itu adalah Pantai Syiah Kuala. Penyebutan nama Syiah Kuala tentu tidak terlepas dari adanya makam seorang ulama besar Aceh yang bernama Syiah Kuala, yang terletak di bibir pantai yang indah ini. Makam tersebut juga menjadi salah satu tujuan wisata di Banda Aceh.
Ini adalah kali pertama saya berkunjung ke sini. Bersama istri tercinta dan anak saya yang masih kecil, saya menuju ke pantai menjelang matahari terbenam. Lokasinya yang tidak jauh dari kota tentu sangat cocok untuk menghabiskan sore bersama keluarga tanpa takut kemalaman di jalan.
Letak pantai yang mengarah ke barat mengakibatkan garis pantai ini berhadapan dengan Pulau Sabang dan Pulau Aceh. Sehingga jika kondisi udara tidak disaput kabut, kita bisa melihat bentangan kedua pulau tersebut terlihat biru karena masih terlalu jauh untuk terlihat detilnya. Kehadiran pemandangan dua pulau ini membuat kondisi pantai menjadi indah dan bersahabat.
Untuk melindungi jalan yang membentang di bibir pantai dari kikisan abrasi, tepi yang bersebelahan dengan jalan telah dilindungi oleh tumpukan bebatuan besar. Walaupun demikian pantai tetap terlihat indah dan alami. Bebatuan besar itu sudah dipahat atasnya sehingga permukaan atas menjadi rata. Kita bisa duduk-duduk di atas batu itu sambil menikmati hembusan angin sore yang sejuk dan sedikit lengket, sebegaimana khasnya udara pantai.
Sementara bibir pantai yang tidak bersinggungan dengan jalan dibiarkan alami tanpa tumpukan batu. Di sinilah banyak pengunjung berenang dan bermain bola. Bahkan ada juga orang yang sedang melalukan terapi lumpuh dengan cara menanamkan kakinya ke pasir.
Di sore hari, walaupun cuaca cerah, tetapi sinar matahari tidak begitu panas lagi karena telah melewati atmosfir yang tebal. Sehingga kita bisa sesekali menyaksikan matahari yang turun perlahan sampai akhirnya terbenam di balik Pulau Aceh.