Mengingat waktu berangkat pesawat lanjutan menuju Taipei masih 6 jam ke depan, yaitu pukul 1:15, maka aku harus makan dulu di bandara mewah ini. Tambahan lagi untuk pesawat lanjutan Singapura - Taipei, aku juga tidak memesan makanan.
Setelah menjalani cek keamanan, aku naik ke lantai dua mengikuti petunjuk papan arah untuk mencari makanan Melayu. Beruntung, ternyata ada masakan Indonesia di antara masakan negara lain, seperti India dan Thailan. Ada juga Texas Chicken, kopi, dan Dunkin Donat. Aku hanya memilih makan nasi saja.
Aku langsung pergi ke kasir untuk menanyakan apakah dia menerima uang Rupiah atau tidak? Ternyata tidak. Solusinya aku harus menukar uangku ke Dolar Singapura.
"Tukar uangnya di lantai satu," kasir menunjuk ke arah posisi kios penukar uang yang ada di lantai satu dan tak terlalu jauh dari tangga berjalan. Aku pun langsung turun mengikuti petunjuknya.
Sampai di sana aku menukar 100 ribu Rupiah dan aku diberi Dolar Singapura sebanyak 10 Dolar 30 Sen. "Ini cukup untuk sekali makan ga?" aku mangambil uang seraya bertanya harga uang Singapura itu dengan cara membandingkan dengan harga nasi. Hal ini karena baru pertama aku berada di Singapura. "Cukup," jawab teller berjilbab dengan bahasa Melayu yang kental.
Aku membawa uang ke warung makan tadi dan memesan makanan khas Indonesia: nasi kuah kari ayam dan satu jenis masakan sayur. Setelah itu aku bawa ke kasir untuk membayar. "6 Dolar," ujar kasir dengan bahasa Inggris khas Melayu setelah sekelebat menatap ke piring nasiku.
Berarti dengan uang 10 Dolar, sekali makan masih ada sisa 4 Dolar lagi. Aku rencana mau menghabiskan saja uang ini, karena pasti jarang aku transit di Singapura. Karena itu, aku membeli dua potong roti lagi sehingga hanya menyisakan uang beberapa sen saja. Tak bisa kuhabiskan lagi uang sen itu karena harga barang di bandara ini tak ada yang di bawah satu dolar. Biar saya simpan saja koin-koin ini buat oleh-oleh.
Kali ini aku transit di Singapura karena tiket pesawat yang biasa aku tumpangi selama ini yang selalu transit di Kuala Lumpur, sangat mahal. Sekarang aku naik pesawat tujuan Osaka yang berhenti dulu di Taipei, yang tiketnya masih terjangkau. Walaupun harganya juga masih mahal, yaitu dua kali lipat dari harga tiket di luar liburan Imlek.
Aku langsung pergi ke kasir untuk menanyakan apakah dia menerima uang Rupiah atau tidak? Ternyata tidak. Solusinya aku harus menukar uangku ke Dolar Singapura.
"Tukar uangnya di lantai satu," kasir menunjuk ke arah posisi kios penukar uang yang ada di lantai satu dan tak terlalu jauh dari tangga berjalan. Aku pun langsung turun mengikuti petunjuknya.
Sampai di sana aku menukar 100 ribu Rupiah dan aku diberi Dolar Singapura sebanyak 10 Dolar 30 Sen. "Ini cukup untuk sekali makan ga?" aku mangambil uang seraya bertanya harga uang Singapura itu dengan cara membandingkan dengan harga nasi. Hal ini karena baru pertama aku berada di Singapura. "Cukup," jawab teller berjilbab dengan bahasa Melayu yang kental.
Aku membawa uang ke warung makan tadi dan memesan makanan khas Indonesia: nasi kuah kari ayam dan satu jenis masakan sayur. Setelah itu aku bawa ke kasir untuk membayar. "6 Dolar," ujar kasir dengan bahasa Inggris khas Melayu setelah sekelebat menatap ke piring nasiku.
Berarti dengan uang 10 Dolar, sekali makan masih ada sisa 4 Dolar lagi. Aku rencana mau menghabiskan saja uang ini, karena pasti jarang aku transit di Singapura. Karena itu, aku membeli dua potong roti lagi sehingga hanya menyisakan uang beberapa sen saja. Tak bisa kuhabiskan lagi uang sen itu karena harga barang di bandara ini tak ada yang di bawah satu dolar. Biar saya simpan saja koin-koin ini buat oleh-oleh.
Kali ini aku transit di Singapura karena tiket pesawat yang biasa aku tumpangi selama ini yang selalu transit di Kuala Lumpur, sangat mahal. Sekarang aku naik pesawat tujuan Osaka yang berhenti dulu di Taipei, yang tiketnya masih terjangkau. Walaupun harganya juga masih mahal, yaitu dua kali lipat dari harga tiket di luar liburan Imlek.
Uang kertas 10 Dolar Singapura, koin 20 dan 10 Sen |
Uang kertas 2 Dolar Singapura |
Nasi kari ayam khas Indonesia di bandara Changi, Singapura |
No comments:
Post a Comment