Saturday, July 20, 2019

Pucuk Labu Kuning

Saya suka pucuknya. Pucuk labu kuning. Pohon ini bernama "curcubita pepo" dalam bahasa ilmiah. Bahasa Latin. Biasanya, saya minta istri untuk melemakkannya. Maksud saya, disayur dengan santan. Kuah lemak khas Aceh. Warna kuahnya kuning muda, dan encer wujudnya.

Pucuk labu kuning ini sebenarnya tidak begitu mudah didapatkan di pasar sayur. Hanya kadang-kadang saja ia ada. Namun, sekalipun jarang tersedia, tidak membuat harganya menjadi mahal. Lima ribu rupiah dapat tiga ikat.

Untuk keluarga kecil saya, tiga ikat itu cukup. Pas. Tapi, mungkin saja bagi keluarga kecil lain bisa saja lebih. Karena saya termasuk herbivora tingkat tinggi. Pemakan tumbuh-tumbuhan yang lumayan rakus. Saya makan sayur, bisa semangkuk sendiri, sekali makan.

Di tempat tinggal saya di Blang Bidok, dalam beberapa bulan ini pucuk labu menjadi mudah didapatkan. Karena hampir tiap hari ada penjaja khusus pucuk labu yang mampir di pasar kecil Blang Bidok. Pasar di pertigaan desa.

Keluarga saya yang tahu betul bahwa saya menyukainya, biasanya akan mengabari saya kalau pedagang itu datang. Siapa tahu saya mau beli. Dan, biasanya saya beli. Cuma, dalam beberapa hari ini, perut saya agak bertingkah.

Lazimnya, kalau perut saya sedang bermasalah begini, saya akan puasa makan makanan berserat. Termasuk sayur. Saya tahan dulu. Sampai perut saya berangsur membaik. Dan mau diajak makan sayur lagi.

Perut saya sakit sudah dari tiga hari yang lalu. Kembung. Sampai nafas saya sesak dibuatnya. Dulu saat di Taiwan, ketika perut kembung saya kambuh, dokter langganan saya pasti melarang saya makan sayur buat sementara waktu. Hanya buah apel yang diizinkan makan.

Kata dokter, serat itu dalam jumlah tertentu akan sulit dicerna. Sehingga akan mengakibatkan perut kembung. Lihat, Kawan. Kelebihan makan berserat ternyata juga bermasalah. Perut capek menggilingnya. Dan akhirnya perut begah penuh gas.

Karena itulah, berangkat dari nasihat dokter saya di Taiwan, setiap perut saya kembung, saya berpantang makan sayur sampai ia baik betul. Paling lama seminggu. Namun, kembung kali ini, tak sampai seminggu saya berpuasa sayur.

Baru tiga hari menahan diri, tadi pagi datang pula tukang sayur pucuk labu kuning di depan mata saya sendiri. Saya sebenarnya tak mau beli. Soalnya masih berpantang. Tapi akhirnya saya tergoda juga. Kemudian membelinya. Lima ribu. Tiga ikat.

Ini baru saja saya selesai makan dengan lahapnya. Daun labu kuning diperlemak. Atau, kuah lemah pucuk labu kuning. Mudah-mudah tak kembung lagi.
Pucuk labu kuning

No comments:

Post a Comment