Saya melihat, ini sebuah masalah. Anak-anak kita dalam memilih jurusan kuliah selalu "meuroen-roen", artinya cuma ikut-ikutan saja. Tidak punya alasan apapun mengapa mereka harus pilih jurusan itu.
Saya ingat ketika dulu ponakan saya yang cewek, saya anjurkan untuk memilih jurusan guru seni di Unsyiah (sekarang USK). Walaupun dengan berat hati, dia memilih jurusan itu, dan keterima.
Di awal-awal dia kuliah, dan saya juga lagi kuliah doktor di Taiwan, ketika sekali waktu saya hubungi dia, dengan nada kecewa dia bilang bahwa ada yang bilang jurusan tersebut sulit sekali ada peluang kerja.
Ketika saya tanya siapa yang bilang begitu, abang-abang di fotokopi jawabnya. Agak saya marahi dia saat itu, saya bilang bahwa saya menyuruhnya kuliah di situ setelah melihat peluang yang ada.
Kala itu di Blangjruen dan sekitarnya tidak ada guru seni di sekolah-sekolah. Sehingga pelajaran seni diajarkan sekenanya saja oleh guru-guru mata pelajaran lain.
Setelah ia lulus baru dia mengakuinya. Ketika teman-temannya masih sulit cari tempat honor, dia malah diminta mengajar di beberapa sekolah. Sekarang sudah PPPK di SMK N 1 Tanah Luas.
Kasus kedua, tapi kali ini saya tidak berhasil membujuk ponakan saya yang cowok. Saya bilang ke dia, agar kuliah saja di jurusan Sastra dan Bahasa Aceh di UNIKI.
Saya sampaikan ke dia, ini jurusan pasti jarang tergores di benak anak-anak lulusan SMA. Dan tentu pasti tidak banyak lulusannya.
Padahal setiap kabupaten setidaknya kita punya MAA (Majelis Adat Aceh). Majlis itu seharusnya diisi oleh sarjana yang memang sebidang dengan itu, selain oleh praktisi budaya.
Ditambah lagi pelajaran Bahasa Aceh di sekolah juga ada. Dan saya yakin lagi, pelajaran bahasa Aceh di sekolah-sekolah diajarkan seadanya saja oleh guru-guru lain.
Walaupun saya katakan seperti itu, dia tetap ga mau. Mungkin kalian atau anak kalian mau?
No comments:
Post a Comment