Betapa tidak, di samping Profesornya yang baik hati, lab yang dipimpinnya ini sangat ramah mahasiswa asing. Di dalam lab dilengkapi dengan kulkas sehingga saya bisa menyimpan makanan yang tidak habis saya makan sekali karena sengaja saya beli banyak di warung Indonesia.
Di antara sekian banyak lab yang saya lihat di NKUAS, hanya lab kami yang berukuran besar dan menyenangkan. Di dalamnya kami juga bisa memasak kecil-kecilan dengan menggunakan rice cooker. Saya sering memasak nasi dengan rice cooker kecil yang saya punyai.
Lebih-lebih di bulan Ramadhan. Untuk makanan berbuka tentu tak begitu menyulitkan karena banyak toko yang buka. Tapi untuk makan sahur tentu akan merepotkan. Oleh karena itu, saya biasanya membeli makanan lebih ketika berbuka dan saya simpan di kulkas.
Asrama yang saya tempati sekarang mempunyai peraturan aneh untuk penghuninya. Di samping tidak menyediakan dapur umum, mereka juga memberlakukan jam malam mulai pukul 12 malam sampai pukul 5 pagi.
Artinya sebelum jam 12 malam saya harus sudah berada di kamar. Jika telat maka akan kena sangsi administrasi, mulai mengarang minimal 50 kata yang berisikan alasan kenapa pulang telat sampai dikeluarkan dari asrama. Jika tidak membawa bekal sejak awal berarti alamat puasa soh* sudah pasti di depan mata.
Apakah saya sedih dengan kondisi ini? apakah saya mengeluh bahwa Taiwan tidak cocok untuk Muslim? Bagi saya jawabannya tegas,"tidak!" Saya sangat siap untuk segala peraturan. Berhubung tipikal saya adalah malas melanggar peraturan apapun. Sehingga saya berusaha agar sahur tetap terlaksana namun peraturan asrama tetap lestari.
Kira-kira satu jam sebelum pulang ke asrama, biasanya saya sudah mulai menghangatkan makanan dengan rice cooker mini yang saya punyai. Tentunya nasi yang menjadi korban pemanasan pertama, kemudian disusul oleh kuah yang berbahan dasar air, kalau kuah berminyak tentu tidak bisa dihangatkan dengan rice cooker itu karena sistem pemanasan dengan cara penguapan air. Jadi biasanya memang hanya nasi yang saya panaskan.
Saya sangat menikmati kondisi ini. Mengingat bukan kali ini saja saya berpuasa di perantauan. Semenjak 2003 saya sudah terbiasa berbuka puasa dengan air putih. Bukan tidak punya uang, tapi memang kadang-kadang malas keluar untuk cari makanan. Anak muda memang begitu orangnya, kan?
Tetapi yang namanya Ramadhan, sudah menjadi tradisi bagi Muslim untuk selalu bahagia, walaupun dalam keadaan lapar dan dahaga. Saya, tidak tahu mengapa, udara yang saya hirup di bulan Ramadhan kok terasa sejuk dan menyenangkan, ya? (ini bukan lebay, loh, aku memang merasakannya).
Tidak berbeda sekarang ketika saya berpuasa di Taiwan, di mana musim panas sedang mengelus-elus punggung negeri formosa ini. Tanpa puasa pun terasa ingin menangis jika harus keluar ruangan. Tapi yang namanya Ramadhan tetap saja bahagia.
Sampai-sampai raut wajah gembiraku ternyata terbaca oleh salah satu teman baikku di lab. Dia sampai bilang ke saya," Kamu itu kelihatan bahagia sekali menghadapi Ramadhan, padahal kamu tidak makan dan minum di hari yang panas ini." Dia juga ikut tersenyum ketularan bahagia. Maklum kami teman akrab.
Saking senangnya, ketika saya masuk ke lab pertama kali di pagi hari, dia menyambutku dengan mengucapkan, "Happy Ramadhan, Usman."
![]() |
Menu buka puasa hari ini |
*puasa soh atau puasa kosong adalah istilah orang Aceh untuk puasa yang tidak didahului oleh makan sahur. contoh kalimatnya: "Urou nyou leumoh that karena puasa soh" (Hari ini lemas sekali karena berpuasa tanpa sahur)
No comments:
Post a Comment