Thursday, December 24, 2015

Ketika Kegalauan Sudah Mulai Mengganggu Orang. Sebuah Kisah Anak Kos Di Taiwan

Seperti biasa tentunya, ketika mendekati masa liburan, tingkat kegalauan saya naik drastis. Badan boleh saja di Taiwan, tapi pikiran sudah seutuhnya berada di kampung. Malam pun sudah tak kuat lagi memberi suasana pas buat tidurku.

Akibatnya, ketika teman lain sudah tertidur pulas, mataku malah terbuka tak bisa terpejam. Khayalan sudah mulai dipenuhi oleh suasana bersama keluarga, bersama istri tercinta. Si Nusayba, anakku yang baru bisa jalan itu, terlihat seolah sedang berlari-lari di depanku sambil melihat ke arahku agar aku mengejarnya. Sesak dada ini, Kawan.

Tadi malam, sekitar pukul tiga pagi, saya masih belum bisa tidur. Suasana asrama sudah begitu sepi dan dingin. Hanya suara desiran angin yang sesekali bertiup mengeluarkan suara seperti peluit ketika melewati sela-sela bebangunan tinggi di sekitar kampus.

Mata kupaksa untuk terpejam, tapi tetap saja tak bisa. Sampai akhirnya aku pasrah. Aku mengambil headset dan kumasukkan ke telingaku untuk mendengarkan sebuah lagu. Pastinya lagu dangdut.

Di kolom pencarian youtube saya ketikkan sebuah judul lagu. Resesi Dunia judul lagunya, lagu hasil karya Almarhum Bapak Eddy Lestaluhu yang dipopulerkan oleh Almarhum Bapak Mara Karma ini, menggoyangkan kepala saya di malam sepi buta dimana semua teman lain berbaring bak tak bernyawa.

Setelah selesai mendengar lagu itu, saya melihat hasil pencarian youtube bahwa lagu tersebut ada versi karaoke-nya yang tanpa vocal. Saya memilihnya dengan maksud mengikuti musiknya dan menyanyikannya dalam hati. Kebetulan aku sudah menghafal liriknya juga.

Video musik pun saya mainkan, saya mengikuti betul musik itu dengan bernyanyi dalam hati. Aku benar-benar merasakan bahwa aku sedang karaoke di sebuah panggung yang ditonton setidaknya oleh ratusan pemirsa.

Setelah selesai sekali bernyanyi, kemudian saya mengulanginya lagi, karena tadi aku sempat salah lirik. Aku putar lagi dari awal dan bernyanyi lagi dalam hati. Namun, belum saja habis menyanyikannya, saya merasakan papan pinggir dipan saya seperti ada yang mengetuk-ngetuk.

Tok. tok. tok!

Mendengar itu saya langsung melepaskan headset yang menyumpal telingaku dan melihat ke bawah. Saya kaget bukan kepalang. Mata saya langsung beradu dengan wajah teman sekamar saya yang sebelum saya bernyanyi tadi, dia sudah tertidur pulas.

Aku terkesiap melihatnya sudah terbangun, padahal tadi sudah tidur. Belum saja sempat saya bertanya, dia langsung mengatakan bahwa dia tak bisa tidur karena saya berisik.

“Usman, apa yang kamu lakukan? Aku tak bisa tidur. Kamu berisik sekali,” kata dia sambil menggaruk-garuk kepala dan matanya masih sipit karena baru terjaga dari tidur.

“Hah! Kamu bisa mendengar saya!? Duh, maaf,” sahutku.

saya baru sadar ternyata karaoke yang saya maksudkan bernyanyi di dalam hati itu, dengan tak sengaja keluar suaranya dan membangunkan teman saya yang baik itu. Saya benar-benar menyesal dan minta maaf waktu itu juga.

“Kamu sedang bermimpi kah?” tanyanya lagi sambil merengkuh tangga tempat tidurnya untuk naik ke tempat tidurnya lagi.

“Bukan bukan. Saya minta maaf,” jawabku seraya meminta maaf sekali lagi tanpa memberi keterangan apa yang aku lakukan.

Dia pun tidak mau membahasnya lagi, karena dia mau cepat-cepat ingin melanjutkan tidurnya yang terkorupsi oleh nyanyian dangdut saya tadi.

Akhirnya aku pun merebahkan badan lagi. Tapi tidak lagi mendengar musik. Tidak berapa lama kemudian aku pun tertidur pulas, mengikuti jejak temanku itu.

Keesokan harinya, tadi sore, ketika dia baru saja pulang dari kuliah, dia menanyakan lagi soal kejadian semalam.

“Usman, sebenarnya kamu ngapain semalam? Suara kamu sangat menakutkan,” tanyanya sambil memegang pundakku.

Kata dia, aku mengeluarkan suara desah yang sangat keras seperti orang tertawa dan itu sangat menakutkan.

“Aku mendengar seperti ini: ha ha ha ha ha ha !” dia meniru suara desahku tadi malam yang membuat bulu romanya menyangkak.

Walaupun tawaku sudah hampir tak terbendung lagi, aku tetap menahannya dan sekali lagi meminta maaf, serta berterus terang kepadanya bahwa aku tadi malam sedang mendengar musik karaoke dan ikut bernyanyi dalam hati. Tapi, kata saya lagi, aku tak sadar bahwa suara saya keluar dalam bentuk desah yang sangat keras.

“Maaf. Aku menyesal. Aku tak akan melakukannya lagi,” ujarku dan disambut dengan santai olehnya.

Dari lagu yang saya nyanyikan, yaitu Resesi Dunia. Sepertinya suara desah sebagai orang tertawa muncul ketika aku menyanyikan bait kedua dan keempat dari lagu racikan tahun 80-an itu.
Sementara ribut soal resesi dunia
Orang hampir lupa pencipta semesta ha ha ha ha ha ha ha
Sana sini resah soal resesi dunia
Padahal semua kehendak pencipta ha ha ha ha ha ha ha
Saya baru bisa tertawa ketika dia sudah mulai tertawa duluan setelah mendengar keterangan polos saya itu. Karena aku belum tahu juga bagaimana harga sebuah kualitas tidur baru orang-orang Vietnam. Namun, setelah dia tertawa aku pun lega. Dia tidak marah. Walaupun tingkahku semalam sudah membuat dia takut.

No comments:

Post a Comment