Friday, September 23, 2016

Cukup, Bahasa Mandarin-nya Apa?

Cepat juga aku membeli makan malam sore ini, tak seperti biasanya. Pukul lima sore badanku sudah terpacak di depan etalase warung makan vegetarian langganan. Padahal biasanya habis magrib baru aku keluar lab untuk mencari makan.

Pembelian nasi berlangsung cepat sebab aku tak perlu mengantre. Begitu aku datang langsung saja dilayani. “50 NTD, bungkus,” aku berujar lantang dengan bahasa Mandarin-ku yang patah-patah. Bungkus di sini maksudnya adalah nasi kotak atau dengan bahasa Mandarin disebut dengan “biàndang.” Cara bacanya, pientang.

Begitu pede-nya aku berbahasa Mandarin dengan pelayan warung ini karena kami sudah saling kenal dan akrab pula. Bahkan, pemilik warung (lǎobǎn. Baca, laopan) sering juga bertanya kosakata bahasa Inggris padaku. Tadi dia bertanya hàochī (baca, haocheu. Artinya, lezat) bahasa Inggrisnya apa? Aku memberitahunya serta diulanginya beberapa kali sampai aku bilang pas.

Setelah kursus kilat bahasa Inggris itu, aku bergegas pulang. Menyeberang jalan. Sampai di seberang, aku menatap kotak nasi di kantong keresek. Sepertinya ada yang kurang. Ai! Aku lupa mengambil sumpit dan sendok plastik!

Ah, saking konsentrasinya pada kursus singkat dengan laopan tadi, aku jadi lupa mengambil perkakas makan. Aku berputar balik. Menyeberang jalan lagi. Sampai di mulut pintu warung aku langsung bersorak, “Aku lupa mengambil sumpit dan sendok.” Pelayan dan laopan tertawa. “O, kami pikir kau akan membeli satu pientang lagi, ”ujar pelayan dan diikuti tawa laopan lagi.

Aku tak merespons kalimat terakhir itu. Beberapa jenak aku berpikir. Aku sebenarnya mau bilang “satu cukup, Laopan.” Tapi, aku belum tahu kata “cukup” dalam bahasa Mandarin. Namun, dengan kosakata yang ada di kepala, aku mencoba merangkai kalimat dengan maksud yang sama. Aku mendapatkannya. Aku langsung bilang, “Aku hanya mau satu, Laopan – Wo zhiyou yao yi ge, Laoban.” Sukses! Laopan dan pelayan paham apa yang kuutarakan.

Mereka tahu apa maksudku. Walaupun kalimat itu sampai di lab harus diperbaiki lagi oleh temanku – menjadi “Wo zhi yao yi ge, Laoban.” Buang “you” pada kata “zhiyou,”– setelah aku mengklarifikasi kalimat racikanku tadi pada teman asli Taiwan sesampai di lab.

“Terus, ‘cukup’, bahasa Mandarin-nya apa?” Aku bertanya kosakata yang gagal kupakai tadi saat berbicara dengan laopan.

“Gòu.” Jawabnya.

Ingat, Teman, huruf ‘g’ dalam bahasa Mandarin diucapkan sebagai huruf ‘k’, maka ucapkanlah ia menjadi ‘kou.’ Dan ingat pula, Saudara, huruf ‘b’ diucapkan sebagai huruf ‘p.’

“Kalau ‘tidak cukup,’ apa bahasa Mandarin-nya?” tanyaku lagi.

“Bùgòu,” jawabnya singkat. Aku kaget. Apa aku tak salah dengar? Aku memintanya mengulangi lagi ucapannya. Ternyata ia mengucap dengan bunyi yang sama.

Duh, sepertinya aku tetap akan menggunakan kalimat racikan awalku untuk menyatakan “cukup” dalam bahasa Mandarin. Aku orang Aceh. Tak enak hati mengucapkan kata “bùgòu.” Bunyi kata itu dalam bahasa Aceh bermakna pukas. Belum tahu arti kata pukas? Buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) biar tambah gayeng cerita ini, Kawan.
__________
Notabene:
Di Taiwan, majikan dipanggil dengan "Lǎobǎn," dibaca "Laopan". Laopan itu juga bermakna bos. Sedangkan Laopan perempuan dipanggil dengan "Lǎobǎn niáng," dibaca "Laopan niang"

No comments:

Post a Comment