Monday, February 20, 2017

Jejak Langkah Ampon Raja Sabi (Anak Cut Nyak Meutia) di Stasiun Blangjruen

Melihat bangunan bekas stasiun kereta api Blangjruen (sekarang masih ada bekasnya di depan kantor polisi Tanah Luas Blangjruen), saya teringat cerita tentang Ampon Raja Sabi (anak Cut Nyak Meutia dengan Teuku Cut Muhammad) ketika "dikibuli" temannya di Alue Ie Mirah.

Ceritanya begini, setelah Cut Nyak Meutia syahid di Alue Kurieng pada 24 Oktober 1910, Ampon Raja Sabi berhasil diselamatkan oleh laskar. Beliau terus hidup melang-lang di hutan Pasee bersama panglimanya sekalipun tidak berperang lagi. Ia tetap tidak mau turun gunung.

Belanda sungguh tidak tenang hidupnya karena Ampon Raja Sabi (pewaris perjuangan Cut Nyak Metia) belum berhasil diturunkan. Bahkan pernah dibuat sayembara bagi barangsiapa yang berhasil menurunkan Ampon Raja Sabi, akan diberi hadiah besar oleh pemerintah Belanda.

Namun, sekalipun ada hadiah yang menggiurkan itu, tidak ada satupun yang berhasil menurunkannya. Ketika tak berhasil dengan iming-iming hadiah itu, Belanda mulai melancarkan siasat buriknya dengan cara menakut-nakuti tokoh masyarakat.

Tokoh masyarakat ditekan dan diancam jika tidak mampu menurunkan Ampon Raja Sabi, akan diinternir ke Batavia. Ancaman dibuang ke Batavia adalah momok yang paling menakutkan bagi para pejuang dan masyarakat Aceh dulu.

Oleh karena itu, muncullah ide pencarian Ampon Raja Sabi dengan berbagai cara, yang pada akhirnya berujung pada penyerahan Ampon Raja Sabi palsu.

Karena syahwatnya yang begitu kuat untuk mengakhiri perang Aceh, Belanda menerima saja Ampon Raja Sabi Palsu itu. Dan lebih gila lagi, bagi siapa saja yang bilang bahwa itu bukan Ampon Raja Sabi, akan dihukum dengan diharuskan mencari Ampon Raja Sabi yang asli, sunnguh pekerjaan yang cukup sulit.

Makanya, masyarakat semua diam, sekalipun hatinya tertawa. Pang Adit, yang pernah berjuang dengan Cut Nyak Meutia di hutan namun saat itu sudah turun gunung dan dipekerjakan Belanda di Majelis Musapat Lhoksukon, tahu betul wajah Ampon Raja Sabi asli. Sekalipun tahu, dia juga diam tak mau berkomentar, membiarkan saja, daripada ribut.

Akhirnya, Ampon Raja Sabi Palsu itu disekolahkan Belanda ke Kutaraja (sebelumnya dan sekarang adalah Banda Aceh). Terakhir ia sempat bekerja di kantor Teuku Nyak Arif. Dan konon katanya, Teuku Nyak Arif tetap memanggil Teuku Raja Sabi kapadanya sekalipun saat itu telah diketahui palsu.

Menariknya, di Banda Aceh Ampon Raja Sabi Palsu mempunyai rumah kost yang disewakan kepada para mahasiswa. Salah satu anak kostnya adalah Bapak Tarmizi A. Karim, mantan bupati Aceh Utara. Begitu kata narasumber saya pada suatu hari.

Kembali ke Ampon Raja Sabi asli. Setelah Ampon Raja Sabi Palsu diterima Belanda, yang asli tetap saja di hutan bersama seorang panglimanya. Sementara di Keureutoe kondisinya sudah sangat aman, tidak ada perang lagi. Belanda pun tidak lagi menguber-nguber sisa-sisa pejuang yang masih di gunung. Dibiarkan begitu saja.

Pun pejuang-pejuang yang turun sendiri ke masyarakat juga tidak diganggu lagi. Dibiarkan hidup normal tanpa dicari-cari dan dimata-matai lagi. Pada kondisi semacam inilah Ampon Raja Sabi turun ke Alue Ie Mirah pada tahun 1917.

Sampai di sana berjumpalah dengan teman-teman seperjuangannya yang telah duluan turun gunung. Temannya begitu senang telah bisa berkumpul lagi. Tapi di dalam kesenangan itu, mereka malah takut. Takut dituduh Belanda menyembunyikan pimpinan pemberontak dan, tahu sendiri akibatnya, bisa dihukum buang ke Batavia atau, paling ringan, dipenjara.

Sebenarnya Ampon Raja Sabi juga mau pulang ke rumah uaknya di Blangjruen. Tapi dia takut juga dengan ancaman yang sama. Takut uaknya tidak mau menerimanya kemudian ditangkap Belanda dan dibuang ke Batavia.

Pada suatu hari, lonceng di kepala teman-temannya berdenting, ada ide bagaimana cara agar Ampon Raja Sabi dipaksa pulangkan ke Blangjruen dengan cara sedikit ditipu: Ampon Raja Sabi diajak main-main ke Lhokseumawe untuk menyaksikan keindahan kota dan sekaligus untuk mengunjungi kuburan ayahnya, Teuku Cut Muhammad, di Moen Geudoeng.

Ampon Raja Sabi mau dan senang mendengar usulan itu. Maka berangkatlah mereka dengan menunggangi kereta api (Atjeh Tram).

Stasiun demi stasiun terlewati, maka sampailah di stasiun kereta api Blanjruen. Setelah kereta api berhenti sempurna, temannya menghampiri, bilang sudah sampai dan mereka harus turun di sini.

Saat itulah Ampon Raja Sabi sadar ternyata dia telah dijebak teman-temannya. Tapi dia tidak marah dan malah senang karena akan bertemu dengan uaknya, Teuku Chik Syamsyarif, sekalipun agak takut.

Maka Ampon Raja Sabi pun turun dan diantar ke rumah Teuku Chik Syamsyarif yang hanya 200 meter dari stasiun Blangjruen.

Sesampai di rumah Teuku Chik, dan setelah sedikit diinterogasi untuk meyakinkannya bahwa benar itu adalah Ampon Raja Sabi, maka Ampon Chik yakin bahwa benar itu adalah Ampon Raja Sabi, anak dari adiknya (Teuku Cut Muhammad dari istrinya, Cut Nyak Meutia)
Bekas stasiun kereta api Blangjruen

No comments:

Post a Comment