Saya mungkin termasuk orang yang paling sabar sebagai konsumen. Jarang sekali marah-marah jika merasa terzalimi oleh pedagang. Beli baju, begitu sampai di rumah ternyata ada bagian yang sobek. Itu kemungkinan besar saya tidak akan mengembalikannya lagi. Pasrah saja. Menganggap saja Itu sebagai nasib.
Enak sekali pedagang jika punya pelanggan seperti saya, bukan? Iya pasti, lah. Bukan hanya itu. Saya juga paling malas menawar harga barang. Maka jadilah orang-orang seperti saya ini menjadi lahan empuk pedagang nakal.
Tak jarang pula saat saya membeli sesuatu, begitu sampai di rumah, pasti dibilang kemahalan oleh keluarga dan juga kadang oleh teman. Saya kena tipu, katanya. Karenanya, jika saya telah membeli, jarang saya beritahu berapa harganya.
Kalau dituduh kemahalan dan ketipu, paling saya akan menjawab secara ringan saja, "Bukan ketipu, kemahalan dikit, kan, nggak apa-apa. Yang ketipu itu kalau beli baju, begitu sampai di rumah, buka, isinya kerupuk. Nah, itu baru ketipu." Begitu.
Eh, pernah, tidak, manteman mengalami hal seperti ini: perbaiki sepeda motor di bengkel, pas si tukang lagi ngutak-ngatik mesin tiba-tiba ada bagian mesin yang terlepas kemudian loncat entah kemana. Nyari sana-sani nggak dapat. Terus si tukangnya bilang, "Nggak apa-apa bagian itu hilang. Nggak ada pengaruhnya."?
Nggak ada pengaruhnya? Songong, kan, ini tukang? Saya sebagai orang yang menggeluti ilmu perancangan mesin sampai detik ini, benar-benar pengin nyobek-nyobek mulutnya.
Mana ada seorang perancang iseng naruh sesuatu di mesin jika itu tidak ada manfaatnya? Perancang itu bukan orang kurang kerjaan, lo, Kang. Tukang. Jangan karena kamu tidak tahu fungsinya terus lo bilang tak ada pengaruhnya.
Tapi, lagi-lagi saya bersabar. Tidak berdebat. Menarik napas panjang. Dalam. Enak sekali memang jika punya konsumen seperti saya. Konsumen yang songong, eh salah, sabar!
No comments:
Post a Comment