Dulu ketika saya kursus bahasa Inggris di International Education Center (IEDUC) Bandung, seorang guru bule pernah mencak-mencak marah melihat kebiasaan orang kita yang suka buang sampah sembarangan.
Dari omelannya, yang menarik bagi saya yaitu kata dia bahwa orang zaman dulu tidak bisa disalahkan dengan kebiasaan mereka membuang sampah sembarangan. Sebabnya adalah, lanjut dia, sampah dulu berbeda dengan sampah sekarang.
Dulu sampah masih dari barang organik, seperti bungkusan daun pisang misalnya. Sedangkan sekarang, sampah yang kita campakkan sembarangan itu adalah berupa barang sintetis, yaitu berupa bungkusan atau botol plastik dan kaleng. Jadi, kesalahan kita sekarang adalah membawa kebiasaan zaman dulu yang serba organik ke zaman sekarang yang sudah serba sintetis.
Masih menurut dia, sebelum plastik ditemukan, sampah itu bisa saja dibuang sembarangan karena tanah akan mengolahnya dengan senang hati. Tapi di saat sekarang di mana hampir semua kantong belanja terbuat dari plastik, membuang sampah sembarangan adalah kebiasaan buruk yang akan merusakkan tanah sekaligus merusak pemandangan.
Ini karena tanah tidak akan bisa mengurai bahan dari plastik, dan karenanya akan tetap menjadi plastik sampai tak terhitung tahun lamanya. Makanya, tanah paya yang dangkal karena lama dipakai sebagai tempat buang sampah adalah bukan tempat yang baik untuk mendirikan bangunan.
Banyak orang yang kecolongan dengan membeli rumah yang ternyata dibangun di tanah bekas tempat sampah. Tak berapa lama kemudian rumahnya retak. Tanah penuh plastik tentu tak akan pernah bisa padat dan kuat.
***
Ketidak-sadaran hal ini bukan hanya di Aceh saja yang kebetulan kasusnya mencuat dalam beberapa hari ini, di mana masyarakat dihebohkan oleh tingkah laku para pengunjung Masjid Raya Baiturrahman yang mengotori pekarangan masjid dengan sampah-sampah mereka, di seluruh Indonesia pun rata-rata masyarakat kita memang belum sadar akan hal ini.
Kalau menurut saya, dalam hal buang sampah sembarangan ini, sepertinya ini terjadi karena kita memang agak telat lahir ke dunia ini. Dengan kebiasaan buruk ini, seharusnya kita telah lahir minimal satu setengah abad yang lalu, sebelum plastik ditemukan.
Parahnya lagi, dari amatan saya, kebiasaan buang sampah sembarangan itu bukan hanya monopoli orang desa dengan pendidikan rendah saja, tapi orang kota dengan sederet titel pun masih saja ada yang berperilaku sebagai itu. Coba saja cek sendiri di kota-kota besar.
Itu di Indonesia. Di luar negeri kasus ini sebenarnya juga ada, sekalipun tentu tidak separah seperti di negara kita. Di Taiwan misalnya, juga masih ada orang yang suka membuang sampah sembarangan. Coba saja main ke stasiun. Yang buang buntung rokok dan meludah air sirih sembarangan ternyata lumayan mudah juga dijumpai. Sampah-sampah kecil dan botol plastik sekalipun tak sampai menumpuk, lumayan mudah didapatkan di stasiun.
Oleh karena itu, dalam hal ini, kesimpulan yang bisa saya berikan kepada mereka yang suka mencampakkan sampah sembarang adalah, mereka itu terlalu telat lahir. Seandainya mereka lahir di zaman baheula, mereka buang sampah sembarangan, tentu tak seorang pun yang akan mem-bully mereka.
No comments:
Post a Comment