Saturday, July 8, 2017

Blangjruen di Mananya?

Banyak orang jika menanyakan alamat saya dan saya menjawab Blangjruen, pasti pertanyaan mereka berlanjut dengan: "Blangjruen di mananya? - Di Blangjruen daerah pat?" Kadang saya membuat mereka tambah bingung ketika saya jawab lagi, "Ya, di Blangjruen-nya." Kemudian mereka bertanya lagi, "Di pasar Blangjruen ya?"

Menghentikan kebingungan mereka, kemudian saya sedikit menjelaskan, bahwa yang sebenar-benarnya Blangjruen adalah kampung saya itu. Letaknya di sebelah timur pasar (keudee) Blangjruen. Got belakang sebelah timur Keudee Blangjruen itulah batas antara desa Blangjruen dan desa Keudee Blangjruen.

Banyak orang menyebut Blangjruen sebagai ganti menyebut nama kecamatan tempat kami tinggal. Padahal nama kecamatan kami sebenarnya adalah Tanah Luas. Uniknya, padahal kantor kecamatan pun bukan terletak di desa Blangjruen, melainkan di desa Teungku Di Balee (meunasah Pucak). Tapi kenapa Blangjruen sebegitu terkenalnya tinimbang desa tetangganya?

Begini, dulu di zaman pra Belanda, banyak pusat-pusat kehulubalangan (raja-raja kecil di Aceh) berada di pinggir laut karena masih mengandalkan transportasi laut. Seperti kehulubalangan Keureutoe, dulu berpusat di Jrat Manyang di sekitar kuala sungai Keureutoe. Namun, ketika pada zaman Belanda rel kereta api dan infrastruktur transportasi lain telah dibuat, maka pelan-pelan orang beralih menggunakan transportasi baru itu.

Maka jadilah perubahan konsentrasi pergerakan masyarakat yang dulunya di sekitar pinggir laut pindah ke sarana transportasi baru yang lebih aman dan mudah, yaitu jalan darat dan kereta api.

Nah, beruntung di Blangjruen kala itu juga disediakan sebuah stasiun kereta api, yang dengannya tempat sekitar itu menjadi pusat aktivitas masyarakat yang ramai, menjadi pusat kota baru.

Seiring berjalannya waktu, untuk kepentingan politik Belanda dalam rangka pasifikasi pasca perang, banyak rumah-rumah hulubalang "ditarik" ke pusat kota baru ini. Termasuk rumah kehulubalangan Keureutoe yang kala itu dipimpin oleh Ampon Chik Syamsyarif (atau lebih dikenal dengan Ampon Chik Bentara), dipindah ke Blangjruen. Rumahnya sekira 200 meter di belakang kantor polisi dan KUA Blangruen, eh, Tanah Luas.

Mulai saat itulah pusat pemerintahan kehulubalangan Keureutoe berpindah dari Jrat Manyang ke Blangjruen. Maka mulai saat itu masyhurlah nama Blangjruen yang dulu hanya nama sebuah desa kecil menjadi nama setara dengan Keureutoe itu sendiri, menjadi nama sebuah wilayah.

Lebih-lebih lagi, setelah Ampon Chik Bentara berdalam di Blangjruen, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah membuat peukan (pasar) untuk menunjang aktivitas ekonomi masyarakat. Maka berdirilah keudee Blangjruen, yang seiring berjalannya waktu menjadi desa tersendiri, berpisah dengan Blangjruen, sampai sekarang.

Maka itulah sebabnya nama Blangjruen membekas sampai sekarang menjadi nama sebuah wilayah. Padahal "Blangjruen Proper" itu adalah kampung saya, tempat di mana saya dilahirkan. Maka dari itu, saya senang menulis nama saya sendiri dengan "Usman Blangjruen".
__________
Hasyiah:
Pasifikasi: usaha yang bertujuan mengembalikan keadaan seperti sebelum terjadi peperangan (KBBI).

Berdalam: beristana, berumah.

Proper: yang sebenarnya.

Ampon Chik Bentara ini juga merupakan suami pertama Cut Nyak Meutia.

No comments:

Post a Comment