Tuesday, October 24, 2017

Ampon Chik Cut Muhammad

Pada tanggal 31 Agustus lalu, saat saya sedang berada di Lhokseumawe, tiba-tiba hati saya tergerak untuk berkunjung ke Makam Ampon Chik Cut Muhammad di Moen Geudong, sebuah kampung di kawasan kota Lhokseumawe.

Sebenarnya dulu sekitar tahun 2000 saya pernah masuk ke komplek kuburan ini dalam rangka menghadiri undangan acara kenduri kuburan (nyadran) saat kebetulan saya sedang berada di rumah kost teman di Moen Geudong. Tapi saya kala itu tidak peduli dengan makam orang spesial ini, karena waktu itu saya belum mengerti sejarah, sama sekali.

Sempat saya bertanya pada teman saat melihat ada sepasang kuburan yang diatapi. Teman saya hanya bilang bahwa kata orang-orang tua Moen Geudoeng, kuburan itu adalah kuburan pahlawan. Berhenti di situ saja, saya tidak bertanya lebih lanjut lagi. Bahkan saya tak mencoba melihatnya. Padahal jaraknya hanya lima langkah dari tempat saya berdiri.

Beberapa tahun kemudian, entah angin apa yang berhembus, tiba-tiba saya tertarik saja membaca buku-buku sejarah. Di saat sampai pada giliran membaca sejarah Cut Nyak Meutia, maka tersingkaplah siapa si pemilik makam yang beratap itu. Yaitu Ampon Chik Cut Muhammad, suami kedua Cut Nyak Meutia yang juga hulubalang Keureutoe.

Namun baru-baru ini ternyata saya lupa juga posisi makam yang komplek kuburannya pernah saya kunjungi dulu itu. Yang saya ingat, komplek kuburan itu ada di samping masjid Moen Geudoeng. Namun setelah saya kunjungi lagi ternyata bukan di situ, tapi tepatnya di samping meunasah (langgar) Moen Geudoeng.

Bangunannya sekarang sudah dibuat lebih bagus dari yang dulu saya lihat. Sekalipun nisannya masih berupa batu bulat tak bertulis, namun sudah ada panflet di pintu masuk sebagai informasi siapa penghuni makam itu, yaitu Ampon Chik Cut Muhammad dan Teuku Cut di Buah. Yang tersebut kedua itu adalah hulubalang cut di Buah, yaitu sebuah hulubalang di bawah kekuasaan Keureutoe. Jadi, Teuku Cut di Buah adalah bawahan dari Ampon Chik Cut Muhammad.

Ampon Chik Cut Muhammad sendiri adalah penguasa kehulubalangan Keureuto yang diangkat langsung oleh Sultan Muhammad Daud Syah, raja Aceh Darussalam terakhir. Pengangkatan itu dilakukan ketika Sultan sedang berada di wilayah Pasee dalam rentetan gerilyanya menghadapi Belanda yang kala itu telah menguasai Bandar Aceh Darussalam.

Pengangkatan ini karena Sultan tidak mau mengakui jabatan Ampon Chik Syam Syarif sebagai hulubalang Keureutoe yang dianggapnya lebih condong kepada Belanda.

Ampon Chik Syam Syarif ini tak lain adalah kakak dari Ampon Chik Cut Muhammad sendiri. Sehingga persaingan kekuasaan di Keureutoe kala itu adalah antara kakak dan adik.

Ampon Chik Syam Syarif sebelum menikah dengan Cut Nyak Bah, beliau memperistrikan Cut Nyak Meutia. Namun pernikahannya tak mampu dipertahankan sehingga mereka bercerai. Setelah lepas dari Ampon Chik Syam Syarif, Cut Nyak Meutia selanjutnya dipersunting oleh Ampon Chik Cut Muhammad, mantan adik iparnya.

Syam syarif dan Cut Muhammad kecil berasal dari Bereughang, Blangjruen, Tanah Luas. Mereka adalah keponakan Cut Nyak Asiah, Hulubalang Keureuto sebelum periode Duo Beureughang ini. Mereka sengaja dibesarkan Cut Nyak Asiah untuk meneruskan kepemimpinan Keureutoe sepeninggalannya, karena Cut Nyak Asiah tidak memiliki keturunan.

Akhir riwayat Ampon Chik Cut Muhammad tergolong tragis, menyedihkan. Beliau dihukum mati oleh Belanda setelah beliau menyerah pasca menyerahnya Sultan Muhammad Daud Syah.

Beliau dituduh mendalangi sebuah serangan di Meurandeh Paya di mana banyak pasukan Belanda mati dicincang-cincang. Tak berhenti pada beliau saja, hulubalang Cut Buah juga ikut terseret dalam kasus itu.

Dari beberapa tulisan yang ada pada saya, saya berkesimpulan bahwa Ampon Chik Cut Muhammad tidaklah terlibat dalam peristiwa yang dituduhkan kepadanya itu.

Memang, beliau sering berkomunikasi dengan para pejuang pasca penyerahan dirinya. Tapi itu semua dilakukannya untuk memenuhi permintaan Belanda agar ia mengembalikan beberapa pucuk senjata yang pernah dirampasnya dari Belanda dulu di kala ia masih menjadi pejuang.

Diriwayatkan, Ampon Chik Cut Muhammad terpaksa menebus senjata itu dengan uang agar para pejuang mau menyerahkan senjata tersebut kepadanya yang selanjutnya akan diserahkannya kepada Belanda. Pada saat itu, pejuang dipimpin oleh Teungku Di Barat.

Namun celakanya, penyerahan uang itu justru dituduh Belanda sebagai bantuan rutinnya kepada para pejuang. Itulah salah satu alasan yang menguatkan tuduhan Belanda bahwa Ampon Chik Cut Muhammad memang mendalangi peristiwa di Meurandeh Paya.

Beliau pun dihukum mati di pantai Lhokseumawe atas tuduhan kesalahan yang tak pernah dilakukannya itu. Penghabisan nyawa Ampon Chik Cut Muhammad ini adalah juga salah satu sebab naik gunungnya Cut Nyak Meutia untuk memanggul sejata, melawan Belanda lagi.

Uang itu, uang tebusan senjata yang telah diberikan kepada para pejuang dulu itu, kelak dikembalikan oleh Teungku Di Barat kepada putra Ampon Chik Cut Muhammad dengan istrinya Cut Nyak Meutia, yaitu Ampon Chik Raja Sabi.
__________
Saya tulis dalam rangka haul Cut Nyak Meutia yang ke 107, hari ini, Minggu, 22 Oktober 2017.
Makam Ampon Chik Cut Muhammad di Moen Geudoeng, Lhokseumawe

Panflet Makam Ampon Chik Cut Muhammad

No comments:

Post a Comment