Thursday, November 23, 2017

Calon Hobi

Saya pernah menjadi manusia galau tingkat tinggi saat mengambil S2 di UGM di tahun 2010, sampai stres berat. Pertama masalahnya tentu karena beban kuliah. Kedua, sebagai manusia yang lahir sebagai dan hidup bersama orang timur yang sok mengurusi pribadi orang lain, saya galau habis tersebab belum kawin.

Setiap ditanyai soal itu, hati saya sakit, terus galau. Hal inilah salah satu sebabnya mengapa saya sekarang tidak pernah bertanya kapan kawin, kapan punya anak, dan beragam kapan-kapan yang lain pada orang yang saya kenal. Saya merasakan sendiri, sakit hati ini ketika ditanya sampai ke ranah pribadi.

Saya sempat mencurigai pada kebiasaan saya sendiri yang dengannya menyebabkan saya menjadi cepat stres, yaitu menjadi manusia tanpa hobi. Saya menjadi manusia nir-hobi, tak punya hobi sama sekali, hobi yang membuat kening saya sedikit berhenti mengernyit karena beban kuliah.

Mulai saat itu saya berusaha mencari hobi selain mendelik ke buku-buku yang hanya memuat rumus-rumus yang ruwet-ruwet itu. Pertama, saya pernah ikut-ikutan main futsal bareng teman sekelas master di teknik mesin UGM. Gagal. Saya sama sekali tidak bisa menikmatinya. Pulang-pulang, capek, terus galau lagi.

Coba yang lain. Karaoke, adalah calon hobi kedua yang saya ikuti. Apa? Lagu pop? Enak saja! Lagu dangdut lah. Lagu Bang Haji Rhoma Irama! Inilah sebabnya saya selalu berlangganan di rumah karaoke Shangrilla yang berlokasi di bilangan lembah Selokan Mataram Yogyakarta. Shangrilla memiliki banyak koleksi lagu dangdut, termasuk lagunya Bang Haji.

Hobi ini lumayan bertahan, hampir tiap dua hari sekali saya bernyanyi di rumah karaoke itu. Yang lucu bin aneh, saya sering pergi ke karaoke sendirian! Kebiasaan ini jarang dilakukan oleh makhluk sosial di bawah kolong langit ini. Biasanya orang kalau pergi ke rumah karaoke mesti rame-rame. Nyanyinya juga rame-rame, kayak tahlilah atau samadiah itu.

Saya tak suka seperti itu. Kalau ada saya, peraturan saya terapkan, nyanyinya harus satu-satu, sesuai selera masing-masing. Teman lain mendengar saja kalau temannya sedang nyanyi. Inilah yang menyebabkan saya tak begitu cocok ber-karaoke bareng teman-teman. Apalagi, teman-teman saya sukanya lagu rok undegron gitu. Saya jangankan diajak nyanyi lagu macam itu, mendengar saja sebentar langsung harus ambil minyak angin. Migrenku kumat. Boros minyak angin kalau karaoke sama mereka!

Akhirnya, ya, saya pergi sendiri ke Shangrilla, nyanyi sendiri. Cewek-cewek operator sampai hafal wajah saya. Pernah sekali mereka bertanya, “Sendirian, Mas?” Saya mengangguk, melempar senyuman maut penuh pesona. Mereka tertawa setelah saling bersitatap dengan koleganya. Tapi setelah itu mereka tak tanya apa-apa lagi. Saya datang langsung dikasih kunci. Masuk. Tak berapa lama kemudian berkumandanglah suara merdu saya yang diiringi langsung oleh grup band Soneta! Eaaa, eaaa, eaaa!

Ketika saya sudah begitu yakin bahwa bernyanyilah sebagai hobi saya, ternyata lambat laun bosan juga saya sorak-sorak di depan mik itu. Akhirnya suntuk lagi. Bingung lagi. Dan, galau lagi. Sementara beban kuliah semakin bertambah mendekati waktu penggarapan tesis. Sampai pada klimaks, saya berkesimpulan, bernyanyi adalah bukan hobi saya. Saya harus mencari hobi baru lagi.

Saya mulai menjelajah setiap sekat alam pikiran saya, yang akhirnya terhenti pada sebuah calon hobi baru. Yaitu blogging, atau menulis di blog. Maka mulai saat itu, sejak 2011, saya mulai belajar menulis blog. Calon hobi ini lumayan menarik, karena sempat juga diiming-imingi oleh bakal dapatnya uang kalau blog kita banyak yang membacanya, dan kemudian pembaca secara sukarela mengklik iklan yang kita pasang, maka dolar pun akan mengucur ke saku kita. Kelak saya tahu bahwa sebenarnya itu tidaklah mudah jika menjadi blog idealis seperti saya. Sampai sekarang saya tidak mendapat sepeser pun dari hobi blogging saya. Tapi saya tetap menulis, karena suka saja.

Sebagai manusia normal, bulu saya meremang mendengar iming-iming duit itu. Saya pun menekuni dunia menulis blog. Namun kemudian saya bingung juga mau nulis apa. Saya berselancar di internet, mencari apa sebenarnya yang harus ditulis di dalam blog.

Akhirnya, setelah membaca beberapa blog orang, saya berkesimpulan akan menulis pengalaman-pengalaman pribadi saya. Apapun itu. Asal kira-kira bisa membuat orang tercerahkan dari jejak langkah saya, maka akan saya tulis.

Sekalipun sudah lama juga saya menulis blog, sampai sekarang, saya sebenarnya belum berani bilang apakah menjadi blogger ini sebagai hobi saya atau bukan. Atau statusnya tetap saja bertahan sebagai calon hobi. Tapi yang jelas, sampai sekarang saya masih suka menulis blog, dan saya menikmatinya.

Soal materi tulisan boleh dikatakan tidak ada khusus-khususnya. Semua masalah yang saya ketahui, saya tulis saja. Tak peduli orang suka membacanya atau tidak. Tugas saya menulis, dan saya, sekali lagi, menikmatinya.

Dan yang paling penting, hobi menulis inilah yang mengiringi saya dalam menyelesaikan studi doktor saya di Taiwan. Sebuah hobi yang membuat saya dianggap paling mengerti Taiwan, tersebab tulisan pengalaman saya di negeri Formosa ini dibaca banyak orang yang berencana menyambangi negeri Chiang Kai-Shek ini. Mereka mengakui banyak terbantukan dengan tulisan saya itu.

Karenanya, saya pernah merasa bak selebritis di Taiwan dulu. Karena rata-rata mereka telah mengenal saya sebelum saya memperkenalkan diri. Apalagi kalau bukan kayak selebritis jika seperti ini. Ya kan? Ya kan? Iya

“Eh, ini Pak Usman yang itu ya?” kata seorang cewek berjilbab di sebuah pertemuan anak-anak Indonesia.

Saya mengangguk bangga.

“Pak, saya sering loh baca-baca tulisan Bapak. Sangat membantu, ” tambah cewek itu.

Saya tersenyum bangga dengan, tentunya, sedikit memasang wibawa.

“Saya hampir pangling tadi. Soalnya beda sama yang di foto, ” aku cewek bertuah itu.

“Oh, iya pasti, “ sela saya, ”lebih ganteng aslinya, kan?” Ketawa kami pun pecah.

Padahal saya tahu, saya di foto pasti lebih ganteng. Kalau aslinya, ya, terserah Anda. Yang jelas, itu foto-foto saya di media sosial sudah saya pilih yang terbaik di antara yang terhancur. Loh, kok jadi lari ke sini ya pembahasannya? Oke, kembali ke calon hobi.

Saya tak tahu sampai kapan kegandrungan saya terhadap blog, bertahan. Namun, yang penting adalah, menulis blog sampai sekarang masih menjadi hobi saya. Tapi saya tetap tidak percaya diri untuk menyebut diri sebagai blogger apalagi penulis. Lebih-lebih lagi untuk disandingkan-sandingkan dengan Hamka, Pramoedia Ananta Toer, dan Darwis Tere liye. Jauh, Mas Bro.

No comments:

Post a Comment