Saya memilih untuk menginap di sebuah hotel murah yang tak jauh dari University of Malaya (UM) dan cukup dekat dengan stasiun LRT, yaitu stasiun Kerinchi. Turun dari stasiun ini, hotel tempat saya menginap itu langsung terlihat dengan jelas: Koptown Hotel Kuala Lumpur.
Jadi, ketika keluar dari bandara setelah selesai urusan saya dengan imigrasi, kata kunci saya adalah Kerinchi. Jadi saya harus bertanya ke petugas di pintu keluar bagaimana saya harus sampai ke stasiun Kerinchi. Jangan naik taksi apalagi ojek. Saya mau naik kereta api. Saat itu saya belum tahu istilah LRT. Saya akan sebut saja kereta api.
Pucuk dicinta ulam tiba, di pintu keluar, ternyata ada stan informasi untuk pariwisata. Ada satu petugas yang berjaga di sana, laki-laki. Saya bergegas ke situ, bilang mau ke Kerinchi.
“Ke Kerinchi bisa naik Taksi, harganya sekitar 200 Ringgit,” kata petugas stan itu.
Saya tidak kaget dengan harga segitu, karena saya belum tahu nilai mata uang Ringgit sebanyak itu jika dibandingkan dengan harga barang-barang lain. Belakangan baru saya tahu bahwa 200 Ringgit itu mahal. Uang segitu ternyata bisa dipakai untuk membeli sekitar 28 porsi nasi lengkap dengan lauknya. Atau, cukup untuk 9 hari makan!
“Tapi saya mau naik kereta api saja, “ jawab saya. Karena saya tahu itu pasti lebih murah.
“Naik saja LRT.” Petugas pariwisata itu mengeluarkan peta wisata Kuala Lumpur yang tentunya juga memuat jalur-jalur kereta api. Saya, mulai saat itulah pertama kali mendengar istilah LRT, karena di Kaohsiung Taiwan yang selama empat tahun saya tinggal di sana, hanya ada MRT (mass rapid transit), lebih besar dari LRT.
“Tapi ini harus naik train (kereta api) dulu sampai ke KL Central, kemudian baru naik LRT ke Kerinchi. Tidak Jauh lagi.”
Saya hanya mengangguk mendengarnya dengan penuh takzim, kemudian bertanya, “Harganya bagaimana?”
“Train dari KLIA2 sampai KL Central sekitar 50 Ringgit, KL Central ke Kerinchi Cuma kira-kira 2 Ringgit.”
Sangat jauh lebih murah. Saya pasti pilih yang ini. Dan memang, sedari awal saya telah membuang jauh-jauh untuk naik taksi, lebih-lebih lagi ojek. Karena ini, pikir saya, adalah negara maju. Transportasinya jika kita bandingkan dengan negara kita, tentu aduhai bagus dan lengkapnya.
***
Saya yang belum genap setahun pulang dari Taiwan berpikir bahwa dari satu stasiun ke stasiun lain bisa hanya menggunakan satu tiket. Saya tak sadar bahwa petugas pariwisata tadi telah mengingatkan saya bahwa yang dari bandara ke KL Central bukanlah LRT, tapi train, kereta api biasa. Sehingga manajemennya beda. Maka tiketnya pun beda.
Karena ketaksadaran saya itu, ketika saya membeli tiket di loket bandara, saya langsung bilang mau membeli tiket ke Kerinchi. Sementara petugas itu lagi-lagi bilang bahwa saya harus ke KL Central dulu, nanti baru naik ke Kerinchi. Tapi saya masih pada pendirian saya tadi, bahwa dari bandara ke Kerinchi tetap satu tiket.
Saya membeli tiket, harganya 55 Ringgit untuk ERL (express rail link). Saya menerima tiket dalam bentuk kartu warna cokelat. Saat itulah saya mulai curiga bahwa tiket ini hanya sampai di KL Central, tidak sampai ke Kerinchi, karena di tiket ada gambar rute: KLIA2-KLIA1-KL Central, tidak ada Kerinchi. Untuk ke tempat terakhir itu berarti saya harus membeli tiket lain nantinya.
Tapi saya masih saja ragu-ragu, jangan-jangan tiket ini memang bisa saya pakai sampai ke Kerinchi. Dasar, memang saya ini susah yakin kadang-kadang. Namun, ketika sampai di KL Central, kemudian tiket saya masukkan ke slot pembuka pintu keluar, tiket itu tidak keluar lagi, artinya tiket ini tamat sampai di sini.
Maka mulai saat itu barulah saya yakin dan bergegas membeli tiket lagi untuk ke Kerinchi di mesin tiket yang telah tersedia. Harganya tak mahal, tak sampai 2 Ringgit. Hanya sekejap saja. Saya sampai di stasiun Kerinchi, turun dan terlihatlah Koptown Hotel Kuala Lumpur, tempat saya menginap sampai tiga malam, mulai 14 sampai 17 Maret.
Saya lega, sampai di hotel dengan kata kunci Kerinchi, sebuah stasiun LRT di Kuala Lumpur yang diambil dari nama sebuah kampung di sekitar stasiun tersebut, yaitu kampung Kerinchi. Menurut keterangan Prof. Sulaiman dari University of Malaya, Kerinchi itu adalah kampung penduduk asal Jambi yang merantau dan menetap di Malaysia dari zaman dahulu kala.
__________
16 Maret 2018
No comments:
Post a Comment