Wednesday, April 18, 2018

Malaysia, Walaupun Sesama Melayu, Ternyata Aku Cemas Juga Mengunjungimu

Cemas, itu yang saya rasakan ketika saya memasuki area imigrasi Malaysia di bandara KLIA2. Padahal itu bukan pengalaman pertama saya ke luar negeri, sekalipun ke Malaysia baru kali ini. Tapi saya tetap cemas. Entah apa sebabnya.

Mungkin saja ini gegara keseringan mendengar percakapan orang-orang di kampung saya yang datang ke sana untuk mencari kerja, sampai di bandara langsung dideportasi, tak bisa masuk ke Malaysia. Padahal ke Malaysia, kan, tidak perlu pakai visa, ya? Datang bawa paspor, masuk. Tiga puluh hari bebas melenggang di Negeri Nasi Lemak ini.

Saya mengantre di depan pintu imigrasi. Saat itu tidak ramai. Giliran saya tiba. Saya sudah siap-siap mengeluarkan surat undangan dari University of Malaya (UM) seandainya mereka bertanya untuk apa saya ke Malaysia. Paspor saya kasihkan ke petugas. Bapak muda yang putih bersih itu menganjurkan tangannya sembari tersenyum. Saya juga, tersenyum. Sejenak suasana sepi. Petugas sibuk dengan papan penjarian komputernya. Saya pun sibuk menatap apa-apa yang bisa saya tatap di depan saya.

“Duk...!” suara cap. Lembaran visa paspor saya dicap, pertanda tak ada masalah. Petugas kemudian menunjuk ke arah pemindai sidik jari. “Force finger, kiri kana, ” kata petugas sambil mengangkat kedua telunjuknya. Saya pun meletakkannya sesuai instruksi. Selesai. Paspor saya dikembalikan. Saya bisa lewat. Aman. Mudah ternyata. Tidak ditanyai ini itu. Bahkan surat undangan dari UM tidak perlu saya tunjukkan.

Oleh karena itu, saya jadi bertanya dalam hati, saudara-saudara saya yang sampai tertahan di imigrasi apa masalahnya, ya? Atau jangan-jangan mereka punya masalah sebelumnya, dan itu terekam di sistem keimigrasian, sehingga sebagai hukuman mereka tidak bisa mengunjungi Malaysia? Sungguh itu masih gelap buat saya.
__________
16 Maret 2018

No comments:

Post a Comment